AJI Indonesia Kecam Intimidasi terhadap Jurnalis saat Meliput Aksi ‘Indonesia Is Not For Sale’ di Kawasan IKN

AJI Indonesia Kecam Intimidasi terhadap Jurnalis saat Meliput Aksi ‘Indonesia Is Not For Sale’ di Kawasan IKN
Sumber Foto: https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/58996/indonesia-is-not-for-sale-seruan-masyarakat-sipil-dan-warga-korban-ikn-di-hut-ri-ke-79/

Gerbangkaltim.com– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras tindakan intimidasi yang dialami oleh tiga jurnalis saat tengah meliput perayaan HUT RI. Ketiga jurnalis, yaitu dari CNN Indonesia.com dan dua dari Project Multatuli, bersama para aktivis, dihadang oleh aparat kepolisian saat meliput aksi pembentangan kain merah bertuliskan ‘Indonesia Is Not For Sale MERDEKA’ di Jembatan Pulau Galang, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada Sabtu, 17 Agustus 2024. Aksi tersebut diinisiasi oleh belasan aktivis dari Greenpeace, WALHI, dan JATAM sebagai bagian dari peringatan HUT RI ke-79.

Pada hari itu, para jurnalis dan aktivis berangkat menggunakan kapal kayu (klotok) sekitar pukul 07.10 WITA, bersama empat penumpang lain dan satu motoris. Mereka dibagi ke dalam tiga kelompok yang masing-masing menaiki kapal berbeda untuk menuju lokasi aksi. Setibanya di Pantai Lango, Pulau Kwangan, sekitar pukul 07.50 WITA, mereka bergabung dengan masyarakat setempat yang terdiri dari pemuda, anak-anak, dan ibu-ibu dari tujuh desa di Teluk Balikpapan yang terdampak pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).

Upacara peringatan HUT RI yang digelar oleh koalisi masyarakat sipil bersama warga dimulai sekitar pukul 09.42 WITA, berlangsung khidmat, dan disertai dengan pembacaan maklumat rakyat serta kegiatan lomba. Setelah itu, jurnalis dan aktivis mengikuti arak-arakan 14 kapal menuju Jembatan Pulau Balang sekitar pukul 11.20 WITA, sambil membentangkan spanduk-spanduk berisi kritikan terhadap pemerintah.

Rombongan tiba di bawah Jembatan Pulau Balang sekitar pukul 12.05 WITA, di mana mereka bergabung dengan koalisi masyarakat sipil yang telah menanti pembentangan spanduk merah sepanjang 50 meter dari atas jembatan. Namun, saat aksi berlangsung, satu unit perahu karet dari Polairud Penajam Paser Utara datang dan mulai menanyakan kegiatan tersebut. Tidak lama kemudian, dua perahu dari kepolisian sektor Penajam datang untuk membubarkan aksi.

Pada pukul 12.17 WITA, jurnalis dan aktivis memutuskan untuk bubar dan mengantar aktivis ke Maridan sebelum kembali ke Jembatan Pulau Balang. Namun, sekitar pukul 13.00 WITA, jurnalis diberhentikan aparat di bawah jembatan dan diminta naik ke daratan, permintaan yang ditolak jurnalis karena mereka akan pulang setelah meliput. Tekanan dari aparat terus meningkat dengan perintah tegas untuk “turun dari kapal,” hingga akhirnya jurnalis turun demi menghindari situasi yang tidak diinginkan.

Setelah turun, jurnalis dibawa ke gedung dekat jembatan berlambang PUPR dan diinterogasi mengenai tujuan mereka di lokasi tersebut. Ketika jurnalis menjawab bahwa mereka hanya meliput, petugas menanggapinya dengan tawa. Perdebatan pun sempat terjadi antara aktivis dan puluhan aparat gabungan TNI-Polri. Beberapa petugas meminta telepon genggam dan KTP, namun ditolak oleh jurnalis. Sekitar pukul 14.55 WITA, jurnalis diperbolehkan kembali ke kapal setelah didata oleh aparat, sementara belasan aktivis digiring ke Polres Penajam Paser Utara untuk dimintai keterangan dengan pendamping hukum.

Ketika jurnalis dan aktivis kembali ke hotel di Balikpapan sekitar pukul 20.35 WITA, mereka merasa diikuti oleh sebuah kendaraan selama satu jam. Meskipun akhirnya berhasil menghindar, setibanya di hotel, dua orang yang diduga intel terlihat berjaga di lobby, mengamati gerak-gerik jurnalis dan aktivis.

AJI Indonesia menegaskan bahwa tugas jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Pasal 4 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional tidak dapat disensor, dibredel, atau dilarang menyiarkan. Dalam menjalankan tugasnya, jurnalis berhak untuk mencari, mendapatkan, dan menyebarkan informasi.

Tindakan intimidasi ini jelas melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU Pers, yang menyatakan bahwa siapa pun yang sengaja menghalangi tugas jurnalis dapat dipidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta. AJI juga mempertanyakan alasan aparat membawa jurnalis ke pos polisi, mengingat liputan aksi tersebut memiliki nilai berita yang tinggi, relevan, dan faktual.

Sebagai bentuk sikap tegas, AJI Indonesia menyatakan:

  1. Mengecam keras tindakan intimidasi terhadap jurnalis yang meliput aksi ‘Indonesia Is Not For Sale’. Liputan ini adalah bagian dari kepentingan publik yang penting dan memiliki nilai berita tinggi.
  2. Mendesak pihak kepolisian untuk memproses hukum aparat yang melakukan intimidasi terhadap jurnalis, karena ini merupakan bentuk penghambatan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
  3. Mengimbau semua pihak untuk menghormati kerja jurnalistik dan kebebasan pers di Indonesia. Tugas jurnalis dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers.
  4. Mengingatkan jurnalis untuk selalu mematuhi kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya.

Jakarta, 20 Agustus 2024

Nani Afrida, Ketua Umum AJI Indonesia
Bayu Wardana, Sekjen AJI Indonesia

Narahubung:
Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia
Hotline: 08111137820

Tinggalkan Komentar