Antara Golkar, PKB dan ‘Kakanda’ Kaharuddin

Oleh : R. Wartono

SAH.. melalui Rapat Paripurna DPRD Paser yang  digelar Selasa (26/6),   H. Kaharudin  dan Zulkifli K  resmi ‘bertarung ‘ memperebutkan kursi  Wakil Bupati Paser yang sudah beberapa bulan kosong paska meninggalnya H. Mardikansyah.

Sebenarnya nama H. Kaharuddin sudah jauh hari  diprediksi bakal menjadi calon wakil Bupati Paser, mengingat  H. Mardikansyah (Alm), adalah calon dari  Partai Golkar saat berpasangan dengan Yusriansyah Syarkawi yang disorong Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Nama  ‘Kakanda’  Kaharuddin menjadi calon  Wakil  Bupati Paser semakin kuat setelah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Paser menggelar rapat  untuk menentukan siapa Kader Golkar yang bakal disodorkan untuk jadi calon Wabup Paser pada tengah Juni lalu.

Akhirnya, dalam rapat pleno ‘diperluas’ Partai Golkar dengan hasil rekomendasi calon  ‘dipersempit’ muncul satu nama, H. Kaharuddin. 

Peserta rapat pun sepakat, ‘big bos’ nya dicalonkan menjadi calon wakil bupati Paser.

Barang kali yang membuat publik terperangah adalah calon pesaingnya yang juga akan memperebutkan Paser dua (Wabup Paser, red) , yakni  Zulkifli. 

Ternyata dia tidak hanya calon yang memiliki ikatan ‘ideologis’ tetapi juga memiliki ikatan ‘biologis’ dengan H. Kaharuddin. 

Karena itulah, saking kikuknya, Lathyf Thaha yang memimpin Rapat Paripurna Penetapan Bakal Calon Wakil Bupati Paser, yang digelar Selasa (26/6) menyebut nama belakang calon pesaingnya dengan singkatan.

Mestinya  Zulkifli  Kaharuddin tetapi menyebutnya Zulkifli  K.

Kemunculan nama Zulkifli juga mencengangkan publik. Pasalnya dia dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sementara dia sendiri adalah kader Partai  Golkar.

Publik tentu bertanya-tanya mengapa bukan kader PKB sendiri yang diusung..? apakah politisi PKB sedang ‘berkreasi’ dan menciptakan hal-hal baru di luar kelaziman politik, meskipun pada akhirnya berujung pada kesepakatan politik.   

Karena itulah muncul kesan bahwa kemunculan nama Zulkifli hanya untuk memenuhi formalitas prosedural agar seolah-olah  proses pencalonan hingga pemilihan  sudah memenuhi prasyarat demokratis.

Tentu sulit membayangkan jika  Zulkifli  bisa mengalahkan “abah’ nya memperebutkan kursi Paser dua. Bisa dicap ‘durhaka’.

Namun lebih sulit lagi dibayangkan jika calon pesaingnya bukan Zulkifli  dan tiba-tiba dia yang menang dalam pemilihan.

Karena itulah ada yang berpendapat memasangkan Zulkifli sebagai cara aman agar kursi tidak jatuh ke orang lain. 

Tentu pendapat ini belum tentu benar, karena  hanya Tuhan,  PKB dan Golkar yang tahu.

*Penulis adalah Koordinator Diskusi Daya Taka

Tinggalkan Komentar