Awas Fenomena Prank Sebabkan ‘Obstruction of Democrasy’, Ternyata Persoalan Belum Tuntas Terurai!

 

HARI  Kemerdekaan Republik Indonesia sekarang berusia 77 tahun.

Hal ini di raih, setelah rakyat bersatu padu dengan tokoh kemerdekaan ‘mengakui’ ketimpangan politik, hukum, sosial, ekonomi dan budaya penjajahan tak bisa terus dibiarkan.

Daya juang tentara rakyat pun di ‘Nusantara’ kala itu rengkuh kemerdekaan setelah ‘diakui’ oleh bangsa lain sebagai suatu bangsa yang Merdeka.

Kala ini, nilai-nilai juang kemerdekaan sejatinya harus terus dirawat melalui sinergitas dengan rakyat untuk rakyat sebagai subjek juang yang turut berjuang.

“rakyat itu bukan objek juang, tapi subjek juang yang harus ‘diakui’ kompleksitas persoalan mereka agar di-urai tuntas oleh pejabat publik, bukan di-prank seolah-olah persoalan telah diurai tuntas dengan benar” ungkap Muchtar Amar, SH selaku Pemerhati Politik dan Hukum ‘PATIH’ di Tana Paser kepada wartawan Jum’at ( 25/08/2022)

Dia pun melanjutkan “jadi objek juang pasca kemerdekaan dengan mengurai kompleksitas persoalan rakyat yang ‘diakui’ rakyat belum tuntas terurai, karena kompleksitas itu terus berkembang ragamnya, seperti persoalan penegakan hukum, pengawasan sistem distribusi kuota BBM subsidi dan perlindungan pemenuhan hak anak yang sedang terjadi di Paser”.

Meski bukan hanya DPRD Paser sebagai lembaga pilar demokrasi di Paser yang sedang diuji upaya fungsi pengawasannya agar Paser Bangkit Lebih Kuat, Pulih Lebih Cepat raih Paser ‘MAS’.

Amar pun menegaskan “Paser Bangkit Lebih Kuat, Pulih Lebih Cepat dapat terwujud jika semua pilar lembaga demokrasi sinergitas nya dengan rakyat”.

Bukan tanpa sebab, “sikap jujur, transparan, akuntable dan berkeadilan ‘mengakui’ kompleksitas persoalan publik itu benar adanya dan publik ‘diakui’ sebagai subjek juang agar memperoleh manfaat ke arah yang lebih baik, adil dan sejahtera”, singgung Amar.

Pasalnya, kala ini kompleksitas persoalan rakyat belum terurai sinergitas lintas sektoral, atau diduga lintas sektoral sinergitas terkesan menutup-nutupinya melalui upaya-upaya yang dianggap hanya sebatas prank.

Dia pun mengingatkan “jika sinergitas lintas sektoral hanya sebatas prank, maka patut diduga sengaja menutup-nutupinya, menurut saya ini dapat dikatakan sebagai ‘obstruction of democrasy’, menghalangi tujuan demokrasi dari nilai-nilai juang kemerdekaan”.

“jika dalam sistem hukum dikenal istilah ‘obstruction of justice’, pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana dan ditahan, maka menurut saya bagi pelanggar ‘obstruction of democrasy’ idealnya layak di desak mundur dari jabatannya sebagai sanksi sosial dari rakyat”, tegas dia.

Dia pun mengingatkan empat pilar lembaga demokrasi selain DPRD Paser agar melaksanakan fungsi pengawasan sistem pelaksanaan kinerjanya sesuai rule of law terhadap persoalan 10 pilar demokrasi.

“itu kan bagian
tupoksi pengawasan DPRD Paser sebagai pilar lembaga demokrasi legislatif, seperti RDP Kasus Sambo di Komisi III DPR-RI, lembaga yudikatif juga, seperti di sidang etik Sambo, eksekutif juga demikian”, urai dia.

Dia pun mencontohkan “peran media massa dan sosial media sebagai pilar ke-4 lembaga demokrasi berperan besar dalam pengungkapan kasus Sambo terurai tuntas dan terjelaskan ke publik, jika awalnya pemangku kebijakan belum ‘mengakui’ ada persoalan hukum skenario kematian brigadir J yang penuh kejanggalan perlu di-urai sesuai tujuan demokrasi, bagaimana di Paser?”, sambungnya.

Tinggalkan Komentar