Cegah Kebakarn Hutan, Terapkan Jadwal Pembakaran
Oleh : Fahmi Irsan*
Kebakaran memang sangat berbahaya. Khususnya jika tak dikelola dengan baik. Namun bagi masyarakat Paser penggarap lahan pertanian, juga perkebunan , kebakaran lahan itu justru banyak manfaat. Jadi seperti sebuah kebiasaan. Beberapa di antara manfaatnya
- Pasca kebakaran akan berdampak pada suburnya lahan. Melalui pembakaran, akan ada unsur hara yang cepat, yang berakibat suburnya lahan.
- Pembakaran lahan di kawasan gambut dapat mengurangi atau menurunkan keasaman. Sehingga berdampak pada kontribusi produksi yang lebih tinggi. Pembakaran juga sangat mengurangi biaya operasional. Karena itu, tak heran jika petani di paser pada umumnya lebih suka membakar lahannya, karena hasilnya bisa lebih banyak dan lebih baik.
- Pembakaran berdampak pada pembunuhan penyakit. Beragam hama serangga, dan penyakit tanaman lainnya kerapkali menganggu tanaman. Melalui pembakaran lahan dan hutan ini, semua hama dan sumber penyakit tanaman hangus terbakar. Inilah kenapa petani di paser senang membakar lahannya.
Aturan membakar hutan yang di perbolehkan:
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Berkaitan Dengana Kebakaran hutan/lahan. Peraturan ini sendiri dibuat untuk mengefektifkan upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan.
Izin itu jelas ditulis dalam Pasal 4:
Ayat 1: Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektare per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.
Ayat 2: Kepala desa menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota.
Namun izin pembakaran lahan tersebut tidak diperbolehkan pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang dan iklim kering (ayat 3)
Tingkat Pusat
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang lingkungan hidup ini semakin sulit menghapus praktek pembukaan lahan dengan cara dibakar. Pasal 69, Ayat 2 menyebutkan:
Ayat 2: membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing.
Peraturan versi pemerintah daerah ini juga mengatur luas areal pembakaran.
Ayat 3: Kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dengan luas lahan di bawah 5 Ha, dilimpahkan kepada:
a. Camat, untuk luas lahan di atas 2 Ha sampai dengan 5 Ha;
b. Lurah/Kepala Desa, untuk luas lahan di atas 1 Ha sampai dengan 2 Ha;
c. Ketua RT, untuk luas lahan sampai dengan 1 Ha
Ayat 4: Pemberian izin untuk pembakaran secara kumulatif pada wilayah dan hari yang sama:
a. Tingkat Kecamatan maksimal 100 Ha atau
b. Tingkat Kelurahan/Desa maksimal 25 Ha.
Dampak Kebakaran Hutan
Dampak kebakaran hutan, Hutan memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan semua mahluk. Kebakaran hutan yang terjadi dapat mengakibatkan berbagai kerusakan dalam aspek kehidupan. Serta dampak kebakaran hutan mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan menyebabkan banyak permasalahan mengikuti. Perbaikan yang harus dilakukan pun tidak hanya selesai dalam satu atau dua hari. Namun membutuhkan waktu peremajaan berpuluh-puluh tahun lamanya.
Untuk itu keutuhan hutan harus diperhatikan oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini untuk mengantisipasi semua problem yang akan muncul setelah kerusakan hutan akibat kebakaran. Berikut ini dampak kebakaran hutan yang terjadi:
Dampak dari kebakaran hutan
- Mengganggu Kesehatan
- Kebakaran Menjangkau Pemukiman
- Memusnahkan Flora Dan Fauna
- Rusaknya Ekosistem
- Kekurangan Pangan
- Pencemaran Lingkungan
- Kurangnya Cadangan Air Bersih
- Potensi Terjadi Tanah Longsor Meningkat
Aturan Membuka Lahan dengan Cara Membakar Menurut UU
- UU PPLH
Membuka lahan dengan cara membakar hutan merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam undang-undang, yakni diatur dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h UU PPLH yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”
Namun, ketentuan pembukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Ini artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pembakaran lahan adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
- UU Perkebunan
Undang-undang lain yang mengatur tentang larangan membuka lahan dengan cara membakar dapat kita temukan dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan (“UU Perkebunan”):
Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Sejalan dengan UU PPLH dan UU Perkebunan, aturan lain soal membuka lahan dengan cara membakar dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (“Permen LH 10/2010”).
Pasal 4 ayat (1) Permen LH 10/2010:
Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.
Namun, pembakaran lahan ini tidak berlaku pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering.
Menurut Peraturan Daerah
Serupa dengan apa yang diatur dalam UU PPLH dan Permen LH 10/2010, ada pula peraturan daerah setempat yang “membolehkan” membuka lahan dengan cara membakar, namun ada syaratnya.
Setiap orang yang melakukan kegiatan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran, harus dilaksanakan secara terbatas dan terkendali, setelah mendapat izin dari pejabat berwenang.
Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali harus mendapatkan izin dari Bupati/Walikota.Semua perizinan pembakaran terbatas dan terkendali dinyatakan tidak berlaku apabila Gubernur mengumumkan status “BERBAHAYA” berdasarkan Indeks Kebakaran dan/atau Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sampai tingkat kebakaran dan/atau keadaan darurat pencemaran udara dinyatakan berhenti.
Kewenangan pemberian izin dengan luas lahan di bawah 5 Ha, dilimpahkan kepada:
a. Camat, untuk luas lahan di atas 2 Ha sampai dengan 5 Ha;
b. Lurah/Kepala Desa, untuk luas lahan di atas 1 Ha sampai dengan 2 Ha;
c. Ketua RT, untuk luas lahan sampai dengan 1 Ha
Agar tidak terjadinya kebakaran hutan
- Hindari membakar sampah di lahan atau hutan, terutama saat angin kencang. Angin yang bertiup kencang akan berisiko menyebarkan kobaran api dengan cepat dan menyebabkan kebakaran.
- Berikan jarak tempat pembakaran sampah dari bangunan sekitar 50 kaki dan sejauh 500 kaki dari hutan. Hal itu untuk menghindari risiko api menjalar ke tempat yang tidak diinginkan.
- Tidak membuang puntung rokok sembarangan di area hutan atau lahan, apalagi jika masih menyala yang berisiko memicu terjadinya kebakaran.
- Tidak membuat api unggun di area yang rawan terjadi kebakaran.
- Setelah selesai melakukan pembakaran, pastikan untuk mengecek api sudah benar-benar padam sebelum meninggalkan tempat itu. Perhatikan juga tidak ada barang-barang yang mudah terbakar di sekitarnya.
*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Terbuka Tanah Grogot
BACA JUGA