Dongeng Tumbuhkan Budaya Literasi Masyarakat

Oleh : Dr. Kasrani, M.Pd*

 

Dengan Zaman teknologi canggih sekarang ini telah pelan-pelan menggeser budaya bangsa, sehingga masyarakat saat ini sedang asyik dan gemar sekali dengan dunia media sosial. WhatsApp, Instagram, Line, Facebook dan Youtube menjadi sumber informasi satu arah yang diterima masyarakat tanpa konfirmasi dan disahkan kebenarannya, kemudian disebarluaskan hingga menjadi viral tanpa memikirkan dampak negatifnya.

Kebiasaan tersebut melahirkan tumbuh suburnya sifat pragmatis dan materialistis bagi masyarakat. Segala sesuatu hanya diukur dari aspek kemanfaatan verbal, sehingga tidak memberi ruang buat imajinasi, kreratifitas serta daya nalar.

Sering kita menemukan tiidak sedikit informasi yang disebarluaskan di media sosial menjadi hal buruk, kasus informasi hoax yang memicu kerusuhan. Kejadian tersebut membuat semua pihak menjadi repot. Hal itu terjadi karena pemahaman literasi yang kurang memadai yang dimiliki masyarakat.

Literasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Secara etimologis istilah literasi berasal dari bahasa Latin ‘literatus’ di mana artinya adalah orang yang belajar.

Dalam hal ini, arti literasi sangat berhubungan dengan proses belajar membaca dan menulis.

Ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, antara lain Gerakan Indonesia Membaca (GIM), Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB) yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca tulis serta cinta sastra.

Tidak sampai di situ, dengan semangat melanjutkan perjuangan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, negara melahirkan Undang-Undang No.3 Tahun 2017 tentang perbukuan. Tujuannya sebagai sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia.

Menjadi peranyaan bagi kita semua, bagaimana menguatkan program tersebut dengan melibatkan tiga poros utama GLNB, menurut saya ada satu budaya leluhur kita yang sudah mulai memudar dihantam arus globalisasi dan ditinggalkan, dimana ini menjadi media pembelajaran terbaik bagi anak-anak kita, untuk itu perlu gerakan mengefektifkan kembali budaya bangsa yaitu mendongeng.

Penulis ternama Pramoedya Ananta Toer menyatakan dalam pengantar buku “Dongeng Calon Arang” bahwa dongeng adalah medium terindah dalam tradisi lisan Nusantara. Namun sayangnya, medium tersebut sama sekali tidak terpetakan secara memadai dalam dunia literasi kita.

Dongeng atau Sempuri dalam bahasa Paser, adalah bagian dari sastra lisan yang sudah turun temurun disenangi masyarakat lintas generasi, dari mulai anak-anak, remaja hingga dewasa, Pada hakikatnya dongeng bukan hanya sekadar bagian dari karya sastra lisan.

Mendongeng bukan hanya merupakan tradisi lisan sastra kita tetapi bagian dari kasih sayang lintas generasi, untuk menjaga dan menumbuhkan peradaban. Sebagai bagian dari karya sastra, dongeng memberi nilai tersendiri bagi kehidupan lintas generasi, baik anak maupun orangtua. Umar bin Khattab berpesan, “Ajarilah anak dengan sastra. Dengan sastra, akan memperhalus budi pekerti dan anak yang takut akan menjadi pemberani”.

Selain mengasah imajinasi dan meningkatkan kreatifitas, dongeng juga bisa membuat kita gemar membaca. Anak akan penasaran dengan keseluruhan cerita atau hal lain yang berkaitan dengan dongeng tersebut.

Anak-anak akan termotivasi mencari buku dan berbagai sumber yang berkaitan untuk mengatasi rasa penasaran tersebut. Kemudian dongeng juga meningkatkan cara berkomunikasi yangbaik dan nyaman, Dongeng juga melahirkan imajinasi sendiri. Imajinasi itu biasanya disalurkan dalam sebuah tulisan. Saat imajinasi dibuat menjadi sebuah tulisan, anak berusaha memilih kata yang bagus dan enak untuk dibaca. Jadi, secara tidak langsung mengasah kemampuan menulis anak kita.

Demngan demikian jelaslah bahka kita harus mengembalikan Tradisi Lama Bangsa, Dongeng sejak lama sudah dikenal menjadi tradisi budaya bangsa Indonesia yang turun temurun dilakukan sebagai pengantar tidur anak-anak. Kebiasaan tersebut terus berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga menjadi kebiasaan orang tua dalam menyampaikan pesan moral positip kepada anak-anaknya.

Setelah kemerdekaan Negara mendukung dongeng sebagai budaya yang harus dilestarikan dengan cara menggelar lomba dongeng dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga ke tingkat Nasional.

Dongeng adalah cara efektif dalam menumbuhkan budaya literasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah dan pemerintah. Para orang tua diharapkan dapat kembali membiasakan diri untuk mendongeng kepada anak-anaknya dalam keluarga. Sekolah-sekolah harus kembali menyampaikan pentingnya manfaat mendongeng, kemudian mengajak siswa-siswi mendongeng sesuai dengan imajinasinya.

Untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah harus membuka peluang dan even-even lomba mendongeng kepada masyarakat terutama pelajar, yang dulu dilakukan setiap tahun. Dongeng saat ini bahkan dapat disampaikan kapan saja, bahkan dapat dilakukan melalui dunia maya. Dengan kecanggihan informasi saat ini, dongeng tidak hanya diceritakan secara langsung, melainkan juga dalam bentuk buku, bahkan secara audio-visual dalam film animasi, atau live-action di berbagai wahana mainan anak-anak dan special events.

Semua pihak harus mendukung dalam membiasakan mendongeng, dari mulai keluarga, sekolah dan masyarakat agar literasi dapat dikembangkan secara baik serta upaya GLNB dapat tercapai. Mari mendongeng, karena dongeng dapat melahirkan budaya literasi. (Bisa Mendongeng itu Biasa, Biasa Mendongeng itu Luar Biasa)

 

Ketua Kampung Dongeng Paser)

Tinggalkan Komentar