“Gemar Udang”, Upaya optimalisasi Pengarusutamaan Gender di Paser

 

Oleh : Dr. H. Kasrani, S.PdI, M.Pd*

 

Pembangunan merupakan serangkaian upaya yang direncanakan untuk memperbaiki kualitas hidup suatu bangsa. Setiap negara memiliki konsep tersendiri untuk mewujudkan pembangunan yang ideal bagi negaranya. Begitu juga dengan Indonesia, memahami bahwa hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya terus-menerus yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Pembangunan kualitas hidup manusia ini ditujukan untuk seluruh kepentingan penduduk tanpa membedakan jenis kelamin tertentu.

Sehingga pembangunan yang dilakukan harus mempertimbangkan aspek keadilan dan tidak diskriminatif. Sebagaimana dijelaskan dalam konstitusi negara, tepatnya pada pasal 28 I ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa secara filosofis, Indonesia menjamin dan melindungi setiap warga negaranya dari sikap atau tindakan diskriminatif tanpa membeda-bedakan status sosial, ras, suku, budaya, agama, maupun jenis kelamin, termasuk dalam pembangunan.

Hakekat dan tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan, dengan tetap mempertimbangkan keberagaman aspirasi dan cara pandang seluruh kelompok masyarakat.

Dalam pembangunan dituntut peran aktif dan strategi yang dapat melibatkan masyarakat baik itu laki-laki maupun perempuan. Namun pada kenyataannya terjadi kesenjangan dalam proses pembangunan selama ini, di mana pelaku pembangunan mayoritas laki-laki dan dipihak lain begitu banyak permasalahan perempuan, anak-anak dan orang tua yang terjadi. Sehingga di perlu dikembangkan sebuah perogram untuk mengatasi kesenjangan antara laki-laki, perempuan dan masyarakat marginal dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan.

Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan perlu diperkenalkan kepada anak sejak usia dini disebabkan perlunya program yang menyasar anak usia dini karena Anak usia dini itu peniru ulung. Ia akan meniru apa yang dilihat, dirasakan dan didengar dari lingkungannya. Ini karena ia belum mengetahui batasan benar atau salah, baik atau buruk serta pantas atau tidak pantas. Karena itu, masa usia dini anak adalah masa yang tepat bagi orangtua untuk memberikan pendidikan yang membantu mengembangkan perilaku

Terlebih, pada masa usia dini (0-6 tahun) atau yang biasa disebut masa keemasan di mana otak mengalami perkembangan yang sangat pesat atau eksplosif.

Penelitian para ahli neurologi menemukan fakta, saat lahir, otak bayi mengandung 100-200 miliar neuron atau sel saraf yang siap melakukan sambungan antarsel. Sekitar 50 persen kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi saat usia 4 tahun, 80 persen telah terjadi pada usia 8 tahun, dan mencapai 100 persen ketika berusia 8-18 tahun.

Jadi di masa usia dini, orangtua harus mengoptimalkan pendidikan anak. Salah satunya dengan metode bercerita (mendongeng).

Maka, keahlian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai orangtua, bahkan tidak hanya sebatas dikuasai namun perlu diaplikasikan secara nyata. Melalui cerita, orangtua dapat menanamkan nilai-nilai moral, dan nilai-nilai karakter. Sehingga anak nantinya akan tumbuh dan berkembang dengan kepribadian dan akhlak yang terpuji. Cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasihat murni. Cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang didengar di masa kecil masih bisa diingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Jadi, efek dari cerita inilah yang harus ditengahkan orangtua sebagai metode mendidik karakter anak.

Mendidik anak dengan bercerita adalah pilihan yang masuk akal. Pada sebuah cerita terdapat amanat yang sangat penting bagi perkembangan pola pikir anak-anak. Tokoh dalam cerita dapat menjadi contoh atau teladan bagi anak. Melalui cerita yang didengar atau dibaca, tanpa disadarinya, anak telah menyerap beberapa sifat positif, seperti kejujuran, keberanian, kerja keras, saling mencintai sesama manusia, menyayangi binatang, mandiri, serta anak belajar untuk membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Pola pengasuhan anak melalui metode bercerita juga dapat mendekatkan anak dalam mengapresiasi budaya literasi sejak dini.

Anak secara tidak langsung memiliki perilaku menyimak dengan baik. Juga, anak dapat menirukan orang tuanya dengan banyak membaca buku-buku bacaan. Adapun kontribusi lebih jauh, dapat merangsang anak menjadi seorang pencerita (penulis cerita). Selain itu, bercerita bisa mencegah anak kecanduan gawai. Orangtua bisa memanfaatkan gawai sebagai media dalam bercerita. Ini justru mendorong anak memiliki apresiasi tinggi terhadap pemanfaatan gawai dalam budaya literasi. Jadi, anak menjadi paham gawai tak hanya sebagai alat bermain, namun punya kegunaan yang lebih bermanfaat yaitu sebagai penyedia cerita selain buku.

Sejak dini, setiap anak memainkan peran gender sesuai dengan pengalaman mereka sehari-hari, mereka belajar banyak dengan melihat apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Oleh karenanya, pembelajaran mengenai kesetaraan gender menjadi tanggung jawab pendidik dan orangtua di rumah.

Kesetaraan dalam pengasuhan di keluarga dapat dibangun dengan adanya akses, partisipasi, dan kontrol antara suami, istri dan anak, serta manfaat yang setara, nilai-nilai kesetaraan dilakukan di tingkat keluarga pada saat proses pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak, bagi anak perempuan dan laki-laki, diantaranya dipenuhi hak sipilnya (akta kelahiran), mendapatkan pendidikan, didampingi dalam mengakses informasi, diberikan ruang dalam menyampaikan pendapatnya, diberikan hak berorganisasi, dan diasuh dengan kasih sayang. Keputusan keluarga akan betul-betul mewarnai kehidupan mereka karena siklus kehidupan setara berlaku sepanjang hayat.

Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser melalui Bidang Pengerusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan berusaha menyusun program-program yang dapat meningkatkan pemahaman Gender bukan hanya kepada orang tua tetapi juga diharapkan kepada anak-anak karena program ini akan melahirkan generasi sadar gender, program yang dipilih adalah Gerakan Penanaman Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan sejak Usia Dini Melalui Dongeng (Gemar Udang).

Program Gerakan Penanaman Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan sejak Usia Dini Melalui Dongeng (Gemar Udang) adalah : Program yang dilaksanakan untuk memperkenalkan Pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan pada anak sejak usia dini mengingat di era global perempuan masih ditempatkan sebagai second human being (manusia kelas dua) artinya perempuan berada pada posisi dibawah laki-laki sehingga perempuan banyak mendapatkan perilaku ketidak adilan gender pada ranah publik. Bentuk ketidak adilan itu diantaranya rendahnya dalam bentuk akses, kontrol dan partisipasi yang dimiliki perempuan.

Pendidikan anak usia dini adalah tempat yang tepat untuk menyemai pembelajaran responsif gender karena anak memiliki daya serap tinggi dalam berpikir sehingga apa yang diajarkan pada usia dini akan menjadi dasar perilakunya yang akan datang. Dengan demikian dapat meminimalisir ketidak adilan antara perempuan dan laki- laki. Pembelajaran responsif gender adalah pembelajaran yang mengedepan keterlibatan secara aktif antar jenis kelamin sehingga tidak ada batasan antara laki-laki dan perempuan, pembelajaran ini salah satunya adalah melalui dongeng.

Pentingnya mengetahui peran gender sejak usia dini sangat ketat kaitannya dengan Pembelajaran mengenai peran gender pada anak. bisa juga dilaksanakan melewati model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya disetiap pembelajaran harus bersifat nyata dan berorientasikan pada kegiatan bermain. Metode yang bisa dipakai sebagai pengajaran gender salah satunya adalah mendongeng, mendongeng adalah seni yang paling tua dari warisan leluhur dan harus dikembangkan sebagai sarana positif sebagai dukungan sosial secara menyeluruh.

Untuk hal tersebut diperlukan program yang disusun sebagai upaya meningkatkan Pengarusutamaan Gender dan pemberdayaan Perempuan melalui Program Gerakan Penanaman Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Sejak Usia Dini melaui Dongeng di Kabupaten Paser.

 

*Kabid PUG dan PP Dinas P2KBP3A

 

Tinggalkan Komentar