HUT ke- 76 Bhayangkara, IPW : Budaya Menyimpang Polri Harus Dibabat

BALIKPAPAN, Gerbangkaltim.com – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai, di hari jadinya ke 76, institusi Polri harus terus berbenah. Menurutnya Polri harus membersihkan budaya menyimpang yang melanggar kode etik aparat penegak hukum.

“Siapa pun pimpinannya, Polri tak boleh kendor untuk menjaga marwah institusi Polri yang memiliki semboyan Rastra Sewakottama,” kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Jumat (01/07/2022).

Lanjut Sugeng, semboyan Polri yang berarti sebagai abdi utama Nusa dan Bangsa, bukan bermakna Polri sebagai penguasa, melainkan abdi negara yang mempunyai tugas melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.

Sehingga, pimpinan tertinggi Polri harus mampu menjalankan organisasinya sesuai dengan tujuan reformasi Polri, menjadikan anggota Polri untuk berbuat baik, berkarya secara profesional dan berprestasi mengawal tupoksinya. Harapannya, Polri dapat dicintai masyarakat sesuai cita-citanya.

Lebih lanjut ia menerangkan, setiap anggota Polri, harus menjadi teladan bagi masyarakat.

“Prilakunya merupakan representasi institusi. Sehingga, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh insan Bhayangkara merupakan pengkhianatan terhadap sumpah dan janji, juga mengkhianati institusi Polri,” bebernya.

Pimpinan Polri saat ini Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, menurut Sugeng, sangat serius membenahi institusi Polri melalui Program Polri Presisi untuk melanjutkan estafet reformasi Polri.

Janjinya membawa Polri ke depan menjadi Polri yang adil, Polri yang jujur, Polri yang siap untuk dikritik dan Polri yang transparan.

Oleh karena itu, perbaikan dan penguatan kinerja Polri terus dilakukan untuk meningkatkan citra Polri melalui aparatnya yang profesional, proporsional dan humanis. Pelayanan masyarakat dan pengaduan masyarakat menjadi tonggak untuk meningkatkan kinerja Polri.

“Sehingga, kalau dua bidang ini, ada masalah, Kapolri tidak segan-segan untuk mencopot jabatan pimpinan. Apalagi, kalau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri sudah viral di medsos maka pimpinan di kewilayahan dengan cepat mengatasinya melalui sidang disiplin dan kode etik profesi Polri (KEPP),” terang Sugeng.

Sugeng mengamati, kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit banyak anggota Polri dipecat atau terkena Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Catatan Indonesia Police Watch (IPW), dalam kepemimpinan satu tahun Kapolri Jenderal Listyo Sigit setelah dilantik 27 Januari 2021, setidaknya ada 352 anggota Polri dipecat berasal dari 19 Polda dimana tahun 2020 anggota Polri yg dipecat berjumlah 129 orang sehingga ditahun 2021 sanksi tegas ini mengakibatkan kenaikan 250 persen PTDH.

Lanjut dia, bahkan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (24 Januari 2022), Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengatakan, tak akan segan-segan untuk memecat langsung anggota Polri yang melakukan pelanggaran. Walaupun pelanggar dilakukan 500 anggota Polri.

“Untuk melakukan perbaikan kami berkomitmen untuk terus berbenah. Kami tegaskan sekali lagi bahwa Polri, kami tak ragu memecat 30, 50 atau 500 anggota Polri yang merusak institusi,” ungkapnya.

Apa yang disampaikan Kapolri itu, diharapkan membawa perbaikan terhadap akar reformasi Polri yakni perubahan kultural, perubahan mental anggota Polri. Sebab, budaya menyimpang seperti penyalahgunaan wewenang, arogansi, pungli dan ketidakprofesionalan serta praktek kekerasan semakin terkikis

Pembabatan terhadap anggota yang menyimpang harus terus digelorakan Polri ke depan melalui keterbukaan kepada publik.

IPW juga mencatat upaya Polri sebagai polisi sipil dengan wajah humanis berusaha diwujudkan dlm beberapa kasus viral yang mendapat apresiasi dari masyarakag Sehingga, kepercayaan masyarakat terhadap Polri terus terbangun.

Setidaknya, saat hari Bhayangkara 1 Juli 2022, ada sekitar 39 anggota Polri telah dipecat. Sementara puluhan anggota lainnya telah direkomendasikan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena melakukan penyimpangan disiplin, kode etik dan pidana.

Pemecatan anggota Polri itu, dari catatan yang terpublikasi, paling tinggi berasal dari Polda Sumsel dan Polda Jambi masing-masing telah melakukan PTDH kepada tujuh anggotanya. Kemudian Polda Lampung memecat 6 anggota.

Sedang tiga anggota telah dipecat oleh Polda Gorontalo dan Polda Maluku Utara, Polda Sulsel, Polda Jabar, Polda Kalteng, Polda Maluku hingga kini tercatat mem-PTDH dua anggota. Sedang Polda Sumut, Polda Metro Jaya, Polda Kalbar dan Polda Sulawesi Tenggara, Polda Jawa Timur, Polda Babel memecat satu anggota Polri.

Namun, Sugeng menilai, PTDH kepada anggota Polri ini masih belum konsisten dilakukan.

Munculnya kasus AKBP Brotoseno yang divonis hakim melakukan korupsi namun tetap aktif menjadi anggota Polri dikarenakan Sidang Komisi Kode Etik memutuskan tidak melakukan PTDH menjadi sorotan tajam kepada institusi Polri.

Belum lagi, masih aktifnya Irjen Napoleon Bonaparte yang telah tersangkut kasus Joko Tjandra. Padahal, kasus AKBP Mustari yang melakukan pencabulan terhadap anak dengan cepat diputuskan untuk dipecat.

“Kenyataan ini, harus menjadi evaluasi Polri ke depan. Sehingga marwah Polri sebagai Bhayangkara Negara dengan spirit Presisinya tetap terjaga,” tutup Sugeng. (*/CP)

Tinggalkan Komentar