Irma Suryani Penuhi Panggilan Penyidik, Kuasa Hukum Sebut Tidak Memenuhi Unsur dan Hanya Asumsi

Irma
Irma Suryani bersama kuasa hukum hadiri gelar perkara khusus di Ditkrimsus Polda Kaltim, imbas laporan Hasanuddin Mas’ud dan Nurfadiah atas dugaan pemerasan dan pencemaran, Senin (9/12/2024).

Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Irma Suryani bersama kuasa hukumnya memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Kaltim dengan status sebagai terlapor atas dugaan pemerasan dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh dengan Hasanuddin Masud dan istrinya Nurfadiah, Senin (9/12/2024).

Hasanuddin dan Nurpadiah sebelumnya dilaporkan oleh Irma atas kasus dugaan cek kosong sebesar Rp 2,7 miliar.

Kuasa Hukum Irma, Jumintar napitupulu mengatakan, kedatangannya ke Ditreskrimum Polda Kaltim untuk memenuhi panggilan panggilan penyidik sebagai terlapor.

“Selanjutnya nanti akan masuk ke tahap berikutnya tanpa kehadiran kita lagi, karena posisi kita terlapor dari pelapor (Hasanuddin dan Nufadiah) sudah selesai,” ujarnya.

Jumintar Napitupulu menambahakana, terkait tuduhan dari pelapor, ia menegaskan kliennya tidak terpenuhinya unsur-unsur yang dituduhankan tersebut yakni melanggar Pasal 368 dan 369 KUHP.

“Sementara segala sesuatu yang ada, itu berada di penguasaan klien kita seperti cek kosong yang diserahkan 2016, BPKB diserahkan 2018. Jadi semua itu dikuasai oleh klien kita, sebagai bentuk jaminan dari yang diserahkan secara langsung oleh pelapor Nurfadiah,” jelasnya.

Jumintar juga menegaskan, mengenai unsur-unsur dari Pasal yang dituduh oleh pelapor, sama sekali tidak terpenuhi. Karena tidak ada barang bukti atau barang berharga berupa bundel BPKB, SHM dan cek kosong yang langsung diambil oleh kliennya.

“Tetapi itu diserahkan secara langsung oleh pelapor, nah itu yang kita sampaikan ke penyidik pada saat gelar tadi,” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Irma lainnya, Doan Napitupulu menambahkan, i terkait masalah alat bukti yang disampaikan oleh pelapor Itu menurutnya hanya merupakan asumsi saja.

“Jadi apa yang disampaikan oleh penasihat Hukum daripada pelapor bahwa barang itu diambil secara paksa itu hanya omongan saja,” ujar Doan.

Doan Napitupulu menjelaskan, dalam gelar perkara tersebut, pihaknya meminta bukti, tapi ternyata itu tidak ada bukti yang disampaikan. Para pelapor hanya hanya memberikan petunjuk berupa saksi dari security kompleks perumahan saja.

“Tapi saksi dari sekuriti itu, notabene sekuriti perumahan. Kalau pun saksi sekuriti sudah mengetahui kenapa baru tahun 2020 pada bulan Juni dilaporkan itu terkait masalah perampasan tersebut,” tukasnya.

Menurut Doan Napitupulu, dengan adanya konfirmasi cek kosong dari 2016 dan juga kehilangan barang 2018.

“Kami menilai ini laporan pelopor sudah cukup kadaluwarsa. Mereka cuma mengada-ngada saja untuk meniadakan utang yang ada terhadap klien kami,” paparnya.

Doan menilai laporan yang diberikan merupakan laporan palsu. Termasuk juga, pelapor menyebut tanda tangan cek tidak identik.

“Sementara pihak Bank Indonesia menyatakan bahwa tidak ada tanda tangan yang tidak identik, itu dari labkrim. Tetapi kalau pun itu digunakan, tanda tangan Nurpadia beserta stempelnya adalah asli, termasuk nominal sebesar Rp 2,7 miliar,” ungkapnya.

“Sehingga menurut kami kalau itu dikatakan palsu maka yang memalsukan adalah Nurpadia. Karena pihak bank pasti mengkonfirmasj kepada pemilik cek,” tambahnya.

Doan Napitupulu juga sangat menyayangkan adanya rekomendasi daripada Karwasidik Mabes Polri yang menyatakan kliennya harus segera ditingkatkan statusnya menjadi tersangka. Tetapi pernyataan ini tanpa melalui rangkaian penyelidikan dan penyidikan yang benar.

Menurut Doan, dalam kasus ini tentu ada keberpihakan, sebab kasus kliennya dihentikan Desember 2021. Padahal sudah sangat jelas cek diserahkan kepada klien pada 2016, tiba-tiba 2020 kliennya dilaporkan.

“Maka langkah selanjutnya, kami menunggu dari hasil gelar khusus. Kami juga akan menindaklanjuti laporan kami yang terbaru terkait masalah dugaan pemalsuan cek yang dilakukan oleh Nurpadia berserta Hasanuddin Mas’ud,” tegasnya.

Diketahui, masalah Irma dengan Hasanuddin Masud dan Nurfadiah bermula dari bisnis kerja sama BBM Solar. Diduga pasangan ini menerima bantuan atau sokongan dana senilai Rp 2,7 miliar.

Mereka bersepakat untuk membagi hasil keuntungan sebesar 40 persen. Tapi sejak 2016 masalah uang yang dijanjikan pun tak kunjung terlihat.

Sebagai tanggung jawab dikabarkan pihak Nurfadiah memberikan cek. Namun cek itu, diklaim Irma sebagai cek bodong. Walhasil dia melaporkannya ke Polres Samarinda, namun surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dihentikan pada Desember 2021.

Tinggalkan Komentar