KPB Jawab Tantangan Dunia Akan Kebutuhan Green Energy
BALIKPAPAN, Gerbangkaltim.com,– Kebutuhan akan energi terutama Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan menyusul makin meningkatnya perkembangan ekonomi khususnya di bidang pengiriman barang, jasa dan logistic. Dimana untuk tahun 2024, kebutuhan BBM di Indonesia mencapai 80 juta KL, sementara produksi BBM tetap hanya 57,5 juta KL. Untuk menutup kekurangannya, Indonesia masih tetap melakukan impor sebesar 25,9 juta KL.
Disisi lain, dunia saat ini juga menginginkan Indonesia bisa menghasilkan energi hijau atau green energy yang bisa menghemat penggunaan bahan bakar dan juga ramah terhadap lingkungan.
Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) tengah berupaya membangun dua kilang minyak baru (Grass Root Refinery/GRR) di Bontang dan Tuban. Di samping itu ada empat kilang dilakukan pengembangan kapasitas kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) eksisting di Dumai, Balongan dan Cilacap serta di Balikpapan. Dengan terbangunnya proyek-proyek tersebut, Indonesia diharapkan akan terbebas dari impor BBM pada tahun 2026 mendatang.
Khusus untuk Proyek RDMP Kilang Balikpapan dicanangkan meningkatkan kapasitas sebesar 100.000 barel perhari. Rinciannya, pengolahan minyak mentahnya saat ini sebesar 260.000 barel per hari, akan menjadi 360.000 barel per hari.
Direktur Utama PT KPB Bambang Harimurti mengatakan, ini proyek penting untuk penguatan ketahanan energi nasional yang selaras dengan program transisi energi. Program ini dicanangkan Pertamina melalui dua inisiatif, yaitu dekarbonisasi dan bisnis rendah karbon, kemudian carbon offset melalui desain dan teknologi pengembangan kilang modern yang ramah lingkungan.
Terdapat unit unit baru yang dalam proses penyelesaian pembangunan yang berperan penting dalam mendukung transisi kilang menuju green refinery atau kilang ramah lingkungan yang meliputi Diesel Hydrotreating (DHT), Naphtha Hydrotreating (NHT), Residual Fluid Catalytic Cracking Naphtha Hydrotreating (RFCC NHT), dan Sulphur Recovery Unit (SRU) di kilang Pertamina Balikpapan.
“Tiap unit baru ini berkontribusi yang signifikan dalam hal pengurangan emisi, pengelolaan limbah, dan peningkatan efisiensi proses pengolahan,” ujar Bambang Harimurti, Senin (29/10/2024).
Produkis BBM Rendah Sulfur setara EURO V
Bambang Harimurti menjelaskan, unit DHT akan mengurangi kandungan sulfur dalam bahan bakar diesel, kemudian unit NHT dan RFCC NHT mengurangi kandungan sulfur dalam bahan bakar gasoline.
“Nah, tiga unit ini akan menghasilkan bahan bakar yang lebih bersih dan sesuai dengan standar EURO V dan berperan dalam pengurangan emisi sulfur dioksida (SO₂) yang berbahaya bagi lingkungan, mendukung kualitas udara yang lebih baik, serta meningkatkan efisiensi pembakaran bahan bakar,” jelasnya.
Kemudian, katanya, untuk unit SRU berfungsi untuk meminimalkan emisi sulfur dioksida dengan mengolah gas asam mengandung hidrogen sulfida (H₂S) yang dihasilkan dari unit proses menjadi produk sulfur elemental dengan purity 99 persen yang bisa dimanfaatkan dalam berbagai industri lain. Unit ini akan mengurangi emisi gas sulfur yang berpotensi merusak lingkungan dan meminimalkan risiko polusi udara.
“Kriteria desain teknologi yang digunakan dalam unit-unit proses produksi kilang Balikpapan ini dirancang untuk memenuhi standar regulasi lingkungan baik Nasional maupun Internasional, termasuk standar emisi mengacu pada IFC Worldbank Guideline,” terangnya.
Beberapa penerapan teknologi yang digunakan untuk mengurangi emisi yaitu pemasangan teknologi De-NOx dan Scrubber untuk mengurangi kandungan NOx dan SOx pada gas buang Unit RFCC, penggunaan burner tipe Low NOx, Penggunaan Fuel Gas pada Heater, Pemanfaatan kembali panas yang dihasilkan dari gas buang turbin gas dan fired heater untuk menghasilkan steam, serta memasang sistem proteksi tekanan (High Integrity Pressure Protection System/ HIPPS) instruments and Liquid separation system untuk mencegah pembakaran hidrokarbon ke lingkungan.
Upaya yang dilakukan KPB dalam menerapkan tindakan mitigasi dan dekarbonisasi ini, kata Bambang, telah berhasil secara substansial mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Dimana dalam skenario proyek, menunjukkan bahwa penggunaan teknologi yang telah diimplementasikan memberikan dampak positif yang signifikan dalam mengurangi jejak karbon.
“Total emisi GRK dalam skenario dasar proyek Kilang Pertamina Balikpapan ini, tercatat 30% lebih rendah dibandingkan dengan skenario tanpa mitigasi,” tegasnya.
Sebagai lokomotif di bidang transisi energi, Pertamina terus berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada pengurangan emisi dan jejak karbon. Dengan tetap memprioritaskan aspek safety dan ramah lingkungan, Proyek RDMP Balikpapan menjadi sebuah persembahan Pertamina untuk menjamin Ketahanan, Kemandirian, dan Kedaulatan Energi Indonesia.
KPB Bangun PLTS Atap Kapasitas 2,5 MWp
Sabar Simatupang – Vice President Construction – Kilang Pertamina Balikpapan mengatakan, untuk mendukung operasinal Kilang Pertamina Balikpapan, terdapat 3 pembangkit Listrik. Pertama Fuel Generator yang menghasilkan steam yang nantiya akan menggerakan steam generator yang kemudian menghasilkan Listrik.
“Unit ini ada 5, dimana masing-masing unitnya menghasilkan 30 Mega Watt atau totalnya 150 Mega Watt,” ujarnya.
Dan yang kedua, katanya, KPB menggunakan energi yang ramah lingkungan yakni dengan menggunakan 4 gas turbin generator, dimana masing-masing kapasitasnya sebesar 35 Mega Watt atau totalnya sebesar 140 Mega Watt.
Terakhir, katanya, KPB memiliki emergency disel generator, dimana genetator ini akan berfungsi saat terjadi shot down energi Listrik di dalam kilang, maka generator ini akan difungsikan.
“Kapasistanya, 3 kali 2 Mega Watt sehingga totalnya 6 Mega Watt,” ucapnya.
Kedepan, PT KPI akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap dengan kapasitas 2,5 MWp di Kilang Balikpapan. Pembangunan ini merupakan Sinergi Pertamina Group antara PT Kilang Pertamina Internasional dan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE).
Direktur Proyek & Operasi Pertamina NRE, Norman Ginting mengatakan, PLTS ini akan menjadi PLTS atap terbesar yang dipasang di area operasi Pertamina dan sebagai bentuk komitmen pertamina dalam menggunakan energy ramah lingkungan.
“Pertamina NRE berkomitmen terus mendukung upaya penurunan emisi di area-area operasi Pertamina, apalagi PLTS yang akan dibangun di Kilang Balikpapan ini akan menjadi PLTS dengan kapasitas terbesar di Pertamina. Kami sangat senang bahwa kolaborasi ini terus berlanjut,” ujar dalam acara construction commencement ceremony PLTS beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Direktur Operasi PT Kilang Pertamina Internasional, Didik Bahagia menambahkan, pembangunan PLTS sebagai upaya Pertamina dalam rangka menurunkan emisi untuk mencapai Net Zero Emission yang harus tercapai di tahun 2060 mendatang.
Saat ini PLTS yang telah dipasang dan beroperasi di area operasi KPI tersebar di empat area kilang dengan kapasitas total 9,87 MWp, yaitu di Kilang Dumai, Kilang Balongan, Kilang Cilacap, dan Kilang Plaju.
“Jika PLTS ini berhasil dan selesai, maka total PLTS di PT KPI secara keseluruhan mulai dari Dumai hingga Balikpapan menjadi sebesar 12,37 MWp,” jelasnya.
PLTS tersebut akan dipasang di atas atap gedung HSSE, warehouse, dan gedung workshop di area kilang Balikpapan.
“Jadi, jika ini terpasang, maka PLTS Kilang Balikpapan akan memiliki potensi menurunkan emisi sebesar 2.736 ton setara CO2 per tahun,” jelasnya.
Dikatakannya, penambahan pemasangan PLTS atap di Kilang Pertamina Balikpapan ini, maka kapasitas terpasang PLTS di area kilang KPI mencapai 12,37 MWp dengan total potensi penurunan emisi mencapai 12.722 ton setara CO2 per tahun.
Harapannya dengan pembangunan PLTS atap ini akan mengurangi loss, serta dapat menjaga operasional PT KPI agar terus berjalan normal.
“Saat ini program Revamp telah usai, mari kita jaga agar tetap beroperasi dengan normal sehingga tahun depan dapat menyelesaikan RFCC untuk penambahan kapasitas. Semoga simbiosis mutualisme yang dilakukan dengan PNRE dapat memberi kontribusi yang tinggi untuk perusahaan, seperti pembangunan PLTS ini dan lain-lainnya,” tukasnya.
Kilang Pertamina Jawab Tantangan Global dengan Inovasi
Sementara itu, Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman mengatakan, selama bersama KPI, sudah banyak melihat inovasi-inovasi bagaimana kilang-kilang yang berada dibawah KPI membuat produk-produk yang ramah lingkungan.
“Ini artinya pertamina menjawab tantangan pemerintah, tentunya saat ini yang sama-sama kita pahami, bagiaman mengurangi import untuk ketahana energi, nah salah satu melalui kontribusi kilang, meskipun belum bisa memenuhi 100 persen kebutuhan BBM Nasional, tapi pelan-pelan kita menuju kesana,” ujarnya.
Kemudian disisi lain, katanya, tantangan global terkait dengan pengurangan emisi, kemudian bagaimana menghasilkan produk dan bagimana mengoperasikan kilang yang ramah lingkungan.
“Kilang-kilang kita sudah memulainya, mulai dari bagaimana bio fuel kita buat, pengurangan reduksi emisi, baik melalui subtisi disel fuel untuk power plan dengan menggunakan gas, termasuk menggunakan green Listrik dari PLN,” jelasnya.
Khusus di Balikpapan, katanya, KPI memiliki PR besar untuk menyelesaikan proyek RDMP Balikpapan, dimana yang baru selesai adalah Crude Oil Distillation (CDU) Unit 4 dan sudah di up-grade dari kapasitas 200 ribu barrel per hari menjadi 300 ribu per hari. Sehingga total kapasitas pengolahan Kilang Balikpapan menjadi 360 ribu barrel per hari.
“Namun demikian, masih ada komponen yang masih belum selesai, yakni Residual Fluid Catalytic Cracking Naphtha Hydrotreating (RFCC NHT), Diesel Hydrotreating (DHT), Naphtha Hydrotreating (NHT), dan Sulphur Recovery Unit (SRU), targetnya September 2025 semunanya akan selesai,” ungkapnya.
Dikatakannya, selain Gasoline, KPB juga akan memproduksi LPG dengan harapan juga bisa membantu mengurangi impor LPG kedepannya. Dengan Pemerintahan Baru Presiden Prabowo Subianto, maka komitmen kebijakan energy hijau juga akan semakin menguat. Terutama tengan penggunaan Bio Disel dengan jenis B35, namun kemungkinan akan menggunakan B40 atau mungkin menjadi B50 dan malah aspirasinya sampai B100.
“Namun demikian, Pertamina akan memberikan masukan kepada pemerintah tentang produksi Bio Disel, mulai dari pertama tentang ketersediaan pit stocknya sawit, dimana jangan sampai bertabrakan dengan kebutuhan makanan,” tegasnya.
Kemudian yang kedua, katanya, dari sisi pengguna, khususnya mesin-mesin transfortasi ringan juga harus conform atau memenuhi persyaratan, supaya jagan salah dalam mengambil Keputusan.
Taufik Aditiyawarman juga menyoroti tentang kehadiran SAF, dimana bagaimana produk ini bisa juga digunakan ke luar negeri. Dimana sebagaiman diketahui, bahan atau produk yang berbasis CPO untuk ke luar negeri sementara ini masih mendapatkan resistensi tinggi.
“Jadi produk ini juga bisa menggunakan waste based seperti penggunaan minyak jelantah, kemudian waste dari CPO atau palm oil. Nah, hal – hal ini yang perlu kita eksplor lebih lanjut, sehingga kedepan penyediaan BBM low emission dan green serta pengoperasian kilang ramah lingkungan,” tutupnya.***
BACA JUGA