KPPU Kembali Hadirkan Berbagai Pihak Dalam Kajian Hadirnya Starlink Pada Industri Jasa Penyedia Layanan Internet Di Indonesia
Jakarta, Gerbangkaltim.com Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali melakukan
diskusi terpumpun (focused group discussion/FGD) terkait kehadiran Starlink pada tanggal 6 Agustus 2024 di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
Kali ini, KPPU menghadirkan Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti
Mubarok, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry
Mangasas Swandy, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan,
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) serta Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) untuk didengarkan masukannya terhadap kajian yang berlangsung di KPPU.
Dalam FGD diperoleh informasi bahwa Starlink telah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk
berbisnis di Indonesia, serta pentingnya Starlink untuk memberdayakan tenaga kerja dan
industri dalam negeri.
Dalam FGD yang dipimpin oleh Anggota KPPU Hilman Pujana, dan oleh dihadiri oleh jajaran Anggota KPPU seperti Eugenia Mardhanugraha, Budi Joyo Santoso, dan Mohammad
Reza tersebut, para narasumber memberikan pandangannya terkait beroperasinya Starlink di
Indonesia:
1. Kehadiran Starlink di Indonesia harus diikuti dengan pemenuhan kewajiban dan hak yang
sama dengan penyelenggara lainnya. Jadi Starlink perlu memperhatikan bagaimana
kontribusi terhadap sumber pemasukan bagi Indonesia, mengingat saat ini perangkat
yang digunakan dalam instalasi Starlink sepenuhnya diproduksi oleh asing. Sehingga
dirasa perlu untuk peningkatan pemberdayaan manufaktur dalam negeri yang dalam hal
ini penerapan aturan minimum Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bagi Starlink.
Tidak hanya dari segi perangkatnya saja, kehadiran Starlink juga perlu memperhatikan keterlibatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja Indonesia.
2. Pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informasi, menyebut Starlink telah memenuhi berbagai kewajiban untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia sesuai dengan
regulasi yang berlaku. Kewajiban yang telah dipenuhi meliputi Hak Labuh Satelit dan Izin
Stasiun Radio (ISR) Angkasa dengan masa laku 1 tahun, dengan 6 jenis perangkat Starlink telah bersertifikasi termasuk perangkat antena gateway, router dan antena user terminal. Selain itu, Starlink sudah memiliki Surat Keterangan Laik Operasi (SKLO) untuk
Penyelenggaraan Jaringan Tertutup Melalui Media VSAT dan Penyelenggaraan Jasa
Multimedia Layanan Akses Internet (ISP) serta Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup Media VSAT dan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko Penyelenggaraan Jasa Multimedia Layanan Akses Internet.
3. Pemerintah juga perlu mengutamakan perlindungan konsumen yang menggunakan
Starlink. Perlu mendapatkan perhatian bahwa saat ini Starlink hanya memiliki satu pusat
perbaikan (service center) untuk menampung keluhan konsumen baik terkait layanan
maupun kerusakan perangkat. Hal ini perlu dinilai apakah cukup mengingat harga
perangkat yang cukup mahal dan biaya berlangganan yang cukup tinggi.
4. KPPU juga perlu menjaga agar tidak terjadi jual rugi (predatory pricing) pada industri,
karena dengan memperhatikan preferensi masyarakat akan harga murah, pelaku usaha
yang menawarkan harga yang predatory akan menyingkirkan pesaingnya. Hal ini akan
mengakibatkan timbulnya monopoli pada pasar dan merugikan konsumen karena
terbatasnya pilihan produk dan atau jasa.
Memperhatikan berbagai temuan di atas, KPPU akan terus mengkaji kehadiran Starlink dari berbagai perspektif guna menjaga kepentingan umum, efisiensi bisnis, dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan KPPU dan Undang-Undang persaingan usaha.
“Kemajuan teknologi tidak bisa kita tahan, hanya bagaimana kita menyikapi bersama kehadiran teknologi baru. Kami (KPPU) pada intinya sangat concern dengan kehadiran Starlink, dan harapannya dapat menjaga kondusifitas ekosistem telekomunikasi di Indonesia,” jelas Anggota KPPU Hilman Pujana.
BACA JUGA