Memaknai SUPERSEMAR, Mempersiapkan Generasi Bangsa Menuju Indonesia EMAS 2045
Paser – Surat Perintah Sebelas Maret, yang biasa disebut dengan singkatan Supersemar, adalah sebuah dokumen yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno tanggal 11 Maret 1966, yang memberikan wewenang kepada Panglima Angkatan Darat Lenan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan apa pun yang “dianggap perlu” untuk memulihkan ketertiban pada situasi yang kacau selama Pembantaian di Indonesia 1965-1966.
Singkatan “Supersemar” juga merupakan plesetan dari nama Semar, tokoh mistik dan sakti yang sering muncul dalam mitologi Jawa, termasuk dalam pertunjukan Wayang. Pemanggilan Semar mungkin dimaksudkan untuk membantu memanfaatkan mitologi Jawa untuk memberikan dukungan terhadap legitimasi Soeharto selama periode transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Hingga saat ini, setiap tanggal 11 Maret dijadikan momentum untuk mengenang dan merayakan Hari Supersemar, sebagai bagian integral dari warisan sejarah Indonesia.
Melihat situasi negara dalam kondisi buruk, Menteri/Panglima AD, Letnan Jenderal Soeharto, meminta kepada Soekarno surat perintah untuk mengatasi konflik, yang kemudian dititipkan kepada tiga Jenderal AD. Brigjen Amir Machmud, Brigjen M Yusuf, dan Mayjen Basuki Rachmat menemui Soekarno di Istana Bogor pada 11 Maret 1966 sore, mempresentasikan permintaan Soeharto, dan mendapatkan tanda tangan dari Soekarno.
Surat perintah tersebut, yang dikenal sebagai Supersemar, memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Supersemar membuka jalan bagi Soeharto naik menjadi presiden, mengubah tatanan Orde Lama yang dibangun Soekarno, dan menyebabkan Soekarno diasingkan.
Dampak Supersemar pada tahun 1966 memiliki konsekuensi besar terutama dalam konteks politik dan hubungan luar negeri Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak dari pemberian Supersemar: pertama. Pemberantasan Komunisme, kedua, Hilangnya Pengaruh Blok Timur, ketiga, Perubahan arah kebijakan Luar Negeri, keempat, Masuknya Indonesia ke PBB dan lima, Perubahan Politik dan Ekonomi.
Mengutip pernyataan Dosen Sejarah di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Purnawan Basundara, saat ditanya apakah ada penyalahgunaan wewenang terhadap pelaksanaan Supersemar, Purnawan menegaskan tidak. Namun, Soeharto menjalankan perintah sesuai amanat Soekarno untuk meredam situasi yang kacau di sejumlah daerah, utamanya di Jakarta.
Kondisi di Jakarta yang menyebabkan terjadinya itu (Supersemar) terjadi pergeseran makna dari surat perintah itu. Di satu sisi, Bung Karno kan sebenarnya semakin melemah, karena kepercayaan masyarakat Indonesia, terutama yang ada di Jakarta, yang diwakili para demonstran, semakin menurun. Di satu sisi yang lain, Pak Harto sebagai pimpinan Angkatan Darat pada waktu itu yang masih selamat, mencoba mengatasi persoalan di sana,” kata Purnawan kepada Ayosurabaya.com, Rabu (10/3/2021).
Bila mengacu terhadap Supersemar kala itu, perlahan-lahan Soeharto memang mendapat kekuasaan sampai dengan menjadi presiden Republik Indonesia, yang merupakan dampak langsung adanya ‘surat ajaib’ itu.
Artinya, Supersemar dari Bung Karno berdampak sangat luar biasa terhadap situasi politik pada awal tahun 1966. Hingga akhirnya Soeharto dilantik sebagai presiden di tahun 1968.
Masyarakat Indonesia harus arif dalam menyikapi Supersemar, Selain aspek mudaratnya (buruk), ada kebaikannya, lebih banyak yang mana? Menurut saya, situasi saat itu memang darurat dan Supersemar itu adalah jalan terbaik yang terjadi pada saat itu untuk mengatasi suasana yang nyaris tidak terkendali pasca pemberontakan G30SPKI. Kalau pun dalam perjalanannya itu posisi Pak Harto mengalami perubahan-perubahan, itu adalah konsekuensi dari sebuah perubahan.
Untuk itu mari kita semua menjadikan peristiwa Supersemar sebagai sebuah Pelajaran dalam bernegara, dan kami berharap para penerus bangsa, politikus, atau petinggi negara sekalipun untuk dapat mengambil hikmah dalam peristiwa Supersemar itu. Apalagi, dalam menjalankan proses pemerintahan.
Untuk menjalankan proses pemerintahan dengan baik, ini (Supersemar) penting untuk pemimpin sekarang. Dengan begitu, kita bisa melakukan proses transfer kepemimpinan secara konstitusional. Kalau kepemimpinan baik dan secara demokratis, maka transfer kepemimpinan dari satu periode ke periode lain itu bisa dilakukan dengan baik dan konstitusional melalui pemilu. Itu instrumen yang paling baik. Saya kira, itu pelajaran yang paling berharga sampai saat ini.
Peristiwa Supersemar perlu menjadi perhatian bagi generasi sekarang dan akan datang, dan kepada generasi milinial. Angkatan yang saat ini memiliki jumlah mayoritas. Bahkan jumlah mereka akan makin bertambah saat Indonesia menghadapi bonus demografi di tahun 2030 mendatang.
Dalam konteks G 30 S PKI, bahwa peristiwa itu harus diambil nilai sejarah dan kemanusiaannya oleh anak-anak muda milenial. Di antara nilai-nilai itu adalah di bidang ideologi PKI, PKI melancarkan upaya, perubahan yang mendasar terhadap pancasila, PKI berusaha mengganti sila pertama, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan rumusan “kemerdekaan beragama” seperti yang telah dikemukakan oleh Njoto dalam sidang-sidang konstituante pada tahun1958.
Peristiwa bersejarah ini memberikan banyak pembelajaran bagi generasi muda. Pemutaran ulang film G 30 S PKI penting sebagai pengingat sejarah terutama untuk generasi milenial serta tidak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat. Penayangan film ini merupakan hal penting karena peristiwa G 30 S PKI sudah menjadi bagian sejarah bagi bangsa, sehingga pemerintah perlu memiliki satu suara dalam menunjukkan bahaya dari komunis, dan gambaran bahwa tidak berlakunya sistem komunis di Indonesia.
Generasi milenial harus mempelajari sejarah dan memahami makna ideologi, bonus demografi adalah ladang bagi generasi milenial untuk mengembangkan potensi serta memajukan bangsa. Alarm untuk peringatan Komunis terus menghantu wajib diwaspadai agar tidak terjadi peristiwa-peristiwa kelam yang berdarah.
Dengan semngat Supersemar, mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih baik sesuai dengan tujuan Bangsa Indonesia mewujudkan Indonesia Adil, Makmur dan Sejahtera menuju Indonesia EMAS 2045. (Ksr)
BACA JUGA