Opini WTP BPK Rawan ‘Praktik’ Gratifikasi, Aparat Hukum di Kaltim Diminta Uji LHP LKPD Paser

Paser
Pemerhati Politik dan Hukum ‘PATIH’, Muchtar Amar

Paser, Gerbangkaltim.com – Belum lama ini 10 Pemerintahan Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Timur telah menerima Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Tahun Anggaran 2023 dari BPKP Kalimantan Timur.

Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kaltim, Agus Priyono dalam kegiatan penyerahan tersebut menyampaikan, ini adalah wujud melaksanakan amanah UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

“BPK Perwakilan Kaltim melakukan pemeriksaan pada LKPD 10 pemerintahan daerah dengan opini WTP yang dimuat dalam LHP masing-masing entitas. Pemeriksaan LKPD bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah,” ujar Agus Priyono di Samarinda, Jum’at (3/5/2024) lalu.

Dirinya menegaskan bahwa BPK tidak hanya mengungkap opini atas LKPD.

“Tetapi juga mengungkap kondisi-kondisi yang ditemukan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan untuk dilakukan perbaikan oleh pemerintah daerah,” ungkapnya.

Hal itu linear, jika mencermati fenomena ‘praktik’ gratifikasi yang disinyalir dilakukan oleh oknum auditor BPK di persidangan kasus mantan Menteri Pertanian SYL yang tengah ramai menjadi perbincangan dan pemberitaan media nasional di Jakarta.

Pemerhati Politik dan Hukum ‘PATIH’, Muchtar Amar buka suara atas persoalan tersebut. Dia mengatakan bahwa, integritas BPK dipertaruhkan atas kewenangannya yang lazim saja dapat disalahgunakan.

“Oknum BPK itu bisa saja bukan hanya auditor, dan tidak menutup kemungkinan menyasar ke jajaran diatasnya atau pihak yang diaudit,” ujar Muchtar dalam keterangannya, Senin (13/5/2024).

Dia lantas mencontohkan, adanya permintaan rp12 miliar di Kementan dari oknum auditor BPK itu, menjadi dapat diduga sebagai rahasia umum. Ketika setelah melakukan observasi dan pemeriksaan, dan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hendak dirilis BPK, sontak saja muncul niat untuk melakukan gratifikasi atau tawaran suap.

“Pemberian predikat opini WTP meski terdapat temuan terkait adanya kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan untuk dilakukan perbaikan oleh pemerintah daerah dinilai menjadi ambigu akibat tidak diperbaiki lebih lanjut,” tegasnya.

Amar menambahkan, hal ini bisa saja terjadi serupa terkait soal temuan dari LHP BPK atas LKPD Pemkab Paser mulai tahun 2018 hingga 2022 yang terdapat catatan pada 26 rekomendasi yang belum lama ini menjadi pembahasan DPRD Paser dan ramai diberitakan.

“Kan tak lazim jadinya, meski diduga temuan itu masih terus terjadi dan terindikasi sengaja dibiarkan. Maka kelaziman daripada opini WTP atas LKPD pantas dipertanyakan objektifitas, kredibilitas serta apakah terhindar dari indikasi praktik gratifikasi maupun suap atau tidak” paparnya.

Hal ini, lanjut Muchtar menjadi tambah tidak lazim, lantaran aparat hukum tak kunjung juga menyelidiki potensi pelanggaran hukum yang telah terindikasi cukup bukti menurut LHP LKPD BPK itu.

“Dan tentu saja temuan yang direkomendasikan itu disebabkan tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern tidak berjalan sebagaimana mestinya menurut hukum,” sambungnya.

Sehingga, ditegaskannya, sangat lazim prinsip ultimum remedium ditegakan oleh Aparat Hukum di Kaltim, dengan memproses hukum atas ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jika DPRD tidak bisa menyelesaikannya, maka ini akan menjadi preseden buruk dalam sistem administrasi pemerintah dan layanan administrasi pemerintahan kepada masyarakat yang seharusnya kebermanfaatan hukum itu memberikan kepastian secara politik dan hukum dalam bingkai negara demokrasi,” ucapnya.

Dengan demikian, “Saya sebenarnya sedikit miris dengan respon DPRD Paser atas predikat opini WTP terakhir ini, padahal kan sebelumnya persolan temuan itu belum terselesaikan, masih diwacanakan memanggil OPD terkait. Jadi semangat edukasi dan memperbaiki kearah yang lebih baik tidak dicontohkan secara baik kepada publik,” pungkas Muchtar.

Tinggalkan Komentar