Partai Golkar Punya Posisi Strategis dalam Pemilu 2024

Jakarta-GERBANGKALTIM.COM -Partai Golkar dinilai memiliki posisi strategis sebagai penentu dalam perhelatan Pemulu 2024 terutama dalam pelaksanaan pemilihan presiden. Hal itu karena modal sebagai partai yang menempati posisi 3 pada Pemilu 2019 lalu.

“Golkar sekarang ini mendekati posisi yang strategis dilirik oleh parpol lain yang mengusung calon presidennya. Itu Golkarnya bukan Airlangga,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti dalam diskusi Titik Temu yang diselenggarakan RKN Media baru-baru ini.

Dengan demikian, kata Ray, terdapat pemisahan dalam menyikapi Partai Golkar. Apalagi, dalam sebuah survei menyebut hampir mayoritas orang Golkar belum tentu memilih Airlangga sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.

“Sebagai calon wakil presiden Airlangga hanya dia angka 2 persen. Mungkin sebagian orang Golkar atau pemilih Golkar sendiri tidak memilih Airlangga,” ujarnya.

Tetapi, menurut Ray, yang patut dicermati adalah Golkar sebagai partai berlabuh diantara koalisi partai pengusung calon ptesiden. Baik ke koaliisi parpol pengusung Prabowo Subianto ataupun Ganjar Pranowo.

“Itu ada atau nggak ada Airlangga di dalamnya. Itu yang saya sebut bedakan Golkar dengan Airlangganya,” ucapnya.

Ray mengungkapkan kehadiaran Airlangga jika menjadi calon presiden juga tidak menaikkan elektabilitas Partai Golkar.

Menurut Ray, yang paling mungkin Airlangga dipasangkan dengan Anies Baswedan.

“Misalnya Anies Baswedan tidak terlalu berminat dengan AHY ada Airlangga sebagai
pengganti yang notabene secara partai lebih kuat Partai Golkar dibandingakn Partai Demokrat,” terangnya.

Sedangkan mantan Anggota DPR fraksi Partai Golkar Poempida Hidayatullah mengungkapkan Partai Golkar merupakan kekuatan politik yang berada di tengah dan dapat menjadi penyeimbang dalam perpolitikan nasional.

“Jadi pendulumnya kemana berat kemana itulah dimana Golkar akan berlabuh akan docking di situ,” kata Poempida.

Saat ini, kata dia, banyak kekuatan politik yang ingin Golkar bergabung. Bukan tidak mungkin, menurut Poempida, ada pihak yang ingin menguasai Partai Golkar.
“Karena mungkin pimpinannya ini nggak bisa dipegang, dikontrol atau nggak bisa diatur misalnya gitu,” ujarnya.
Dengan kondisi ini, menurut Poempida, ada upaya membelah Partai Golkar. Pembaelahan itu dapat dilakukan dari dalam maupun dari luar partai berlambang beringin tersebut.
“Jadi memang cocok untuk dibelah, kira-kira seperti itu,” kata dia.

Menanggapi hal itu, Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Sirajuddin Abdul Wahab mengatakan, pembelahan Partai Golkar terjadi tidak hanya saat ini saja. Sebelumnya, Partai Golkar juga sempat dibelah saat periode Presiden SBY. Saat digelar MUnas Ancol, Abu Rizal Bakrie terpilih kembali menjadi ketua umum Partai Golkar.

“Instrumen lahirnya Munas Ancol karena instrumen istana yang bermain. Jadi itu pembelahan Golkar nampak dan ada dari luar,” kata Sirajuddin.

Namun, pola yang sama dilakukan pada periode Presiden Jokowi saat ini. Beredar sejumlah nama yang didapuk menjadi ketua umum Partai Golkar. Seperti Luhut Binsar Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia. Kedua nama itu berasal dari dalam lingkaran istana.

“LBP dan Bahlil ini kan ibarat kopi ini 2 in 1 saja atau dua dalam satu kan gitu,” katanya.
Sirajuddin mempertanyakan upaya pembelahan Partai Golkar ini terjadi menjelang Pilpres. Dimana isu Munaslub Golkar semakin kencang.

“Ini kalau kita lihat lebih dalam lagi karena perilaku ketua umum hari ini yang tidak jelas jenis kelaminnya mau mendukung capres mana. Ini menjadi problem,” ucapnya. (*/gk)

Tinggalkan Komentar