Penyederhanaan Masalah dalam Konflik Horizontal
KONFLIK adalah fenomena sosial yang selalu ditemukan didalam setiap masyarakat. Konflik tidak pernah bisa dihilangkan karena setiap hubungan sosial mempunyai potensi menghasilkan konflik. Semakin demokratis sebuah negara kian besar kemungkinan terjadinya konflik didalam masyarakat karena gesekan antar kelompok didalam masyarakat semakin intens.
Salah satu persyaratan terpenting bagi demokrasi adalah ada kemampuan dari pemerintah dan rakyat dalam menyelesaikan konflik sehingga tidak menimbulkan disintegrasi sosial dan disintegrasi politik. Kenyataan yang kita hadapi, bentrokan diantara masyarakat bukan semakin surut, melainkan terus terjadi diberbagai daerah dengan berbagai macam latar belakang, termasuk isu sara yang sangat rentan terprovokasi. Seakan solusi melalui lintas tokoh masyarakat serta bantuan pihak keamanan yang tergelar dengan bermacam konsep pun tidak berfungsi, malah kerap kali masih memiliki celah sehingga kembali bergolak.
Konflik yang berkembang menjadi konflik kekerasan yang dapat mengganggu hubungan sosial dan mengancam keberadaan masyarakat, bahkan dapat mengakibatkan disintegrasi sosial dan disintegrasi politik. Masyarakat akan terbelah oleh konflik. Kita seolah kehilangan jati diri, dimana bangsa kita yang dulu begitu terkenal dengan keramahtamahan, sopan santun, penuh senyuman, kekeluargaan dan kegotongroyongannya, sekarang berubah menjadi sangat sensitif, bahkan terkesan bahwa kekerasan adalah sebuah solusi. Negara didesak untuk mengerti akar masalah konflik yang belakangan ini merebak diberbagai bagian indonesia.
Kita perlu memahami akar masalah berbagai konflik kekerasan yang kerap terjadi saat ini. Konsep pemahaman terhadap masalah yang timbul tidak hanya dibahas dan dikomentari dimuara atau di hilir, tapi secara bijaksana dan kejernihan hati kita. Kita juga harus melihat apa yang terjadi dihulu, yang mungkin potensi konfliknya tidak terkelola dengan baik, sehingga berdampak seperti yang akhirnya terjadi.
Memang sejatinya permasalahan yang terjadi dihulu bukanlah domain tugas polisi saja, tapi juga menjadi tanggungjawab semua aparat pemerintah dan masyarakat. Tanpa pemahaman itu, aparat keamanan hanya akan terus menjadi “pemadam kebakaran yang dipaksa menyelesaikan dan menangani konflik yang sudan meletus. Menganalisa konflik dapat diawali dengan identifikasi atas sumber-sumber penyebab dan faktor pemicu. Penyebabnya adalah kondisi tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik. Potensi ini tetap tersembunyi (latent) sejauh tidak ada faktor atau kejadian yang mengubahnya menjadi konflik terbuka (manifest).
Misalnya dalam istilah kriminilogi dan terminologi kepolisian, potensi demikian dikenal sebagai faktor korelatif kriminogen, yang bila tidak baik dikelola akan menjadi kerawanan police hazard (ph) dan akhirnya menjadi peristiwa ancaman faktual. Kondisi akan parah jika terdapat faktor pemicu yang muncul secara kebetulan ataupun disengaja.
Pihak yang memperoleh keuntungan dari timbulnya konflik berusaha menciptakan faktor pemicu. Banyak variabel yang menjadi akar masalah disesuaikan dengan karakteristik dan dinamika daerah masing-masing dari semua aspek, seperti aspek politik, ekomomi, sosial dan budaya. Sebagai contoh, antara lain kesenjangan penguasaan sumber daya, sengketa kepemilikan lahan, tidak berfungsinya nilai-nilai budaya dimasyarakat, tidak harmonisnya proses interaksi kultural, dan pemanfaatan simbol agama untuk kepentingan tertentu, yang dapat dipicu menjadi konflik kekerasan dengan hanya persoalan sepele.
Sebagaimana identifikasi awal dari kejadian-kejadian ini, konflik tersebut bahkan sampai menelan banyak korban jiwa yang sebenarnya hal ini hanyalah pucak dari gunung es. Sumber konflik terdiri atas faktor-faktor yang bersifat vertikal (skala ordinal) ataupun horizontal (skala nominal), sumber konflik vertikal dapat berupa aspek politik, ekonomi dan sosial. Misalnya ketidak puasan terhadap rasa keadilan,kebijakan pemerintah dan kesenjangan ekonomi. Sedangkan sumber konflik dalam skala nominal dapat berupa isu ketidak adilan, sara dan lain-lain. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan stoke holder dalam menelusuri permasalahan konflik sehingga berbagai kebijakan maupun solusi penanganannya tidak bertumpu pada konflik yang sudan meletus yang berbuah kekerasan di masyarakat.
Yang kita harus renungkan bersama dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bagaimana kita mengimplementasikan semua sisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara bijak sesuai dengan value/ nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan bhineka tunggal ika yang sudah menjadi kesepakatan kita bersama.
Sejatinya ditengah kemajemukan, kita harus sadari bahwa perbedaan adalah anugerah, sehingga yang harus kita pupuk dan kembangkan adalah persamaan sebagai sesama anak bangsa. Penyederhanaan masalah, seperti persoalan sepele dan Perkelahian pemuda, hanya akan menyentuh permukaan tanpa mengikis jauh kedalam akar permasalahan.
Hal-hal tersebut hanyalah faktor pemicu dari akar konflik yang telah mengendap di sejumlah daerah. Persoalan konflik horizontal tidaklah sesederhana yang muncul di permukaan, melainkan membentang mulai persoalan kebijakan, kesenjangan sosial, ketimpangan pembangunan, hingga kepentingan-kepentingan tertentu dalam jangka pendek.
Pekerjaan polisi semakin berat karena saat ini potensi konflik tersebar disejumlah daerah di indonesia. Sebagaimana kepala kepolisian ri sampaikan, ada lebih dari 1.600 titik yang harus diantisipasi. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kerja sama yang baik diantara lintas institusi /kementerian dan pelibatan aparat pemerintah daerah secara optimal dengan pemahaman seperti yang diuraikan diatas. Selain itu peran media dibutuhkan dalam meliput suatu konflik ataupun isu yang akan diangkat menjadi berita, sehingga pemberitaan itu juga secara positif sebagai bagian dari solusi menyelesaikan masalah serta menjadi sarana instrospeksi terhadap berbagai kekurangan yang harus diperbaiki. Inilah sebuah renungan bagi kita semua.(tri widodo)
*. Jurnalis, tinggal di Balikpapan
BACA JUGA