Puasa Momentum Peningkatan Budaya Literasi Umat Islam

 

Oleh : Kasrani Latief
Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca Kab. Paser

ALHAMDULILLAH kita dipertemukan kembali dengan ramadan tahun ini. Banyak saudara kita yang tak sempat menjalankan ibadah puasa karena telah dipanggil kembali oleh-Nya. Kita juga patut bersukur karena masih bisa menjalankan ibadah puasa ramadan kali ini dengan penuh khidmat.

Bulan  Ramadan disebut sebagai bulan literasi. Minimal ada dua hal yang mendasari mengapa bulan Ramadan disebut sebagai bulan literasi. Pertama, di bulan Ramadhan umat Islam memperingati peristiwa turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an) di mana wahyu pertama kali yang diterima oleh Nabi Muhammad saat itu adalah surat al-‘Alaq 1-5.  Dalam surat tersebut terdapat pesan untuk membaca (iqra’) dan menulis yang dilambangkan dengan pena (qalam). Kedua, di bulan Ramadan, setelah umat Islam mengalami kemenangan dalam perang Badr, Nabi Muhammad SAW membuat kebijakan revolusioner dengan memerintahkan tawanan perang untuk mengajari umat Islam membaca dan menulis sebagai syarat kebebasan. Dari sini lah kemudian banyak umat Islam yang bisa membaca dan menulis. Salah satunya adalah Zaid bin Tsabit yang ditunjuk sebagai sekretaris wahyu.

Momentum Bulan Puasa Ramadhan Umat Islam yang saat ini tengah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan perlu merenungi kembali makna perintah iqra’. Apakah perintah iqra’ sudah dilaksanakan dengan baik dan apakah sudah  menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari? Kalau pun sudah, apakah iqra’ memiliki pengaruh dalam kehidupan nyata kita sekarang ini?
Ramadhan adalah momentum penting untuk memperbaiki atau meningkatkan budaya literasi kita di Kabupaten Paser khususnya dan di Indonesia umumnya.   Sebab, bagi umat Islam di Indonesia,   momentum Ramadhan identik dengan budaya literasi.  Beberapa tradisi Ramadhan yang terkait dengan literasi antara lain tradisi tadarus Al-Qur’an. Tradisi ini biasanya digelar selepas shalat Tarawih. Hampir di setiap masjid dan mushalla, selalu dilaksanakan kegiatan tadarus.  Kegiatan tadarus dilaksanakan antara satu hingga dua jam setiap malamnya.
Berbagai kegiatan ini  menunjukkan bahwa kegiatan literasi umat Islam selama Ramadhan meningkat jika dibandingkan di luar Ramadhan. Karena kegiatan-kegiatan seperti itu tidak dijumpai di luar Ramadhan. Suasana religi tersebut diperkuat tampilan media cetak dan elektronik. Koran, majalah, radio, situs internet dan televisi memberikan ruang khusus selama Ramadhan.
Pertanyaanya, kegiatan baca Al-Qur’an begitu marak, kajian dan ceramah agama digelar di mana-mana, tetapi mengapa literasi bangsa Indonesia dinilai masih terpuruk?  Hal ini dikarenakan kemampuan literasi umat Islam hanya berhenti pada kemampuan membaca. Kemampuan literasi belum sampai pada kemampuan mengidentifikasi apalagi memahami. Kemampuan literasi belum sampai menghasilkan karya atau produksi. Tadarus al Qur’an hanya berhenti pada kegiatan membaca. Dari pendalaman ayat-ayat tersebut akan diperoleh pemahaman. Dari pemahaman tersebut umat Islam diharapkan bisa melakukan identifikasi pesan moral dari kandungan ayat untuk selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bangsa Indonesia   kemampuan literasinya baru taraf membaca dan mendengarkan. Untuk menguatkan kemampuan literasi, maka maraknya kegiatan tadarus, kajian agama, dan ceramah agama selama Ramadhan ini hendaknya tidak berhenti di tempat,  Tetapi terus ditingkatkan prekwensinya, tadarus tidak sekedar membaca, ceramah tidak sekedar mendengarkan, tetapi sedikit ditingkatkan menjadi memahami maknanya dan selanjutnya mengaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Tentu hal ini menjadi ironi. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Islam terbanyak yang memiliki risalah keagamaan untuk membaca dan menulis, Indonesia justru tidak mampu tampil sebagai negara yang memiliki budaya literasi tinggi. Bagaimanapun, budaya literasi menjadi sebuah keharusan bagi seorang muslim. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa pada masa Bani Abbasiyah, peradaban Islam begitu maju. Ilmu pengetahuan berkembang pesat dan mampu memunculkan sosok ilmuan muslim yang sangat luar biasa. Literasi menjadi kunci semua itu. Mereka tidak sekadar membaca teks dan konteks tetapi juga menuliskannya secara empiris. Alhasil, pemikirannya hingga kini masih dikenal luas oleh dunia.
Berkaca dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW memegang teguh ajaran iqra’. Telah terbukti dengan adanya ajaran iqra’ mampu membawa umat Islam dari jurang kebodohan (jahiliyah) menuju kehidupan yang beradab dan berpengetahuan tinggi. Untuk itu, kiranya sangat tepat jika di bulan Ramadhan ini menjadi momentum, selain untuk membersihkan diri (tazkiyah al-nafs), juga untuk kembali menyemarakkan budaya literasi di kalangan masyarakat khususnya di Kabupaten Paser dalam rangka menuju Kabupaten Literasi  dan untuk mewujudkan Paser MAS (Maju, Adil dan Sejahtera).
Yang terakhir, semangat literasi ini, membaca dan menulis, harus dijaga sehingga di luar bulan Ramadhan pun tetap istiqomah meluangkan waktu untuk belajar. Allah SWT memberikan predikat atau kedudukan yang istimewa bagi orang-orang yang beriman dan berilmu. Setelah kita mendapatkan ilmu tersebut, setelah kita paham akan ajaran Islam tersebut yang terbaik adalah mengamalkannya atau mengerjakannya. Karena belajar Islam tidak hanya sebatas untuk diketahui. Rasululah Saw bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al Qur’an dan menggamalkannya”
Inilah yang harus menjadi motivasi kita dalam beramal. Semoga bermanfaat. Dan bisa istiqomah dalam belajar. Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1444 H.
Olo Manin Aso Buen Siolondo (Hari esok lebih baik dari pada hari ini).****

Tinggalkan Komentar