Saatnya Paser Beralih ke Sumber Daya Berkelanjutan
Oleh : Muksin*
KALIMANTAN TIMUR Berdaulat untuk Indonesia Maju . Demikian bunyi tema peringatan Hari Jadi ke-63 Provinsi Kalimantan Timur pada tahun ini. Tema ini tentu saja selaras dengan visi Kalimantan Timur yaitu Berani untuk Kalimantan Timur yang Berdaulat.
Terminologi berdaulat, sebagaimana yang sering diungkapkan oleh Gubernur Kalimantan Timur, Isran Nor bukan bermakna ingin merdeka, akan tetapi lebih mengarah pada kemandirian dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang secara berdaulat yang hasilnya sebesar- besarnya untuk masyarakat Kaltim dan Indonesia secara keseluruhan.
Berdaulat sejatinya juga dapat bermakna Kaltim secara bertahap mengurangi ketergantungan pada SDA ekstraktif, khususnya minyak gas dan batu bara dengan beralih kepada sumber daya yang terbarukan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan gubernur pada Hari jadi provinsi Kaltim, Kamis (9/1) yang menekankan perlunya pengembangan potensi sumber daya yang tak akan habis (Renewable Resources) seperti pariwisata dan agribisnis, karena selama ini kaltim mengandalkan perkenomiannya dari hasil migas dan pertambangan.
Isran pun meminta kepada Pemerintah Kabupaten dan kota di Kaltim agar bisa memilih dan menetapkan, minimal satu potensi unggulan di daerahnya yang dapat dikembangkan.
Pernyataan gubernur yang dikenal suka berpantun ini tentu tanpa alasan. Saat ini Kaltim dan 10 kabupaten/kota di Kaltim memang masih sangat mengandalkan ekonominya pada SDA ekstraktif.
Ketergantungan pada SDA ini dapat berimplikasi pada tidak stabilnya pertumbuhan ekonomi daerah karena sangat rentan terhadap gejolak perubahan harga komoditas dan perekonomian global. Disamping itu, juga dapat berdampak pada pendapatan daerah yang selama ini mengandalkan dana perimbangan.
Masih kuat dalam ingatan kita ketika pada tahun 2016 perekonomian kaltim mengalami guncangan hebat. Kala itu, pertumbuhan ekonomi kaltim menyentuh minus 0,38 persen. Pada saat yang sama, Kaltim menghadapi badai defisit akibat pemotongan dana transfer daerah. Konsekuensinya, Pemprov Kaltim harus melakukan pemangkasan anggaran sebesar 3,59 triliun. APBD Kaltim yang sebelumnya ditetapkan 11,09 triliun harus dirasionalkan menjadi 7,5 triliun.
Kondisi yang sama juga dialami oleh seluruh kabupaten/kota di kaltim, termasuk kabupaten Paser yang mengalami pertumbuhan ekonomi terendah sepanjang sejarah yakni minus 4,79 persen. Pemkab Paser pun harus rela melakukan rasionalisasi APBD 2016 dari 2,2 triliun menjadi 1,8 triliun atau terjadi pemotongan sebesar 433 miliar lebih.
Pada tahun 2017, kondisi perekomonian global mulai membaik yang diiringi dengan semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi di kaltim serta normalnya kondisi APBD. Bahkan, Pertumbuhan ekonomi Kaltim meningkat secara signifikan dari 2,67 persen pada tahun 2018 menjadi 6,89 persen pada triwulan III 2019.
Demikian halnya dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten Paser yang meningkat dari 1,18 persen pada tahun 2017 menjadi 3,69 persen pada tahun 2018. Kondisi APBD Kaltim dan kabupaten/ kotanya juga semakin membaik.
Tren positif pertumbuhan ekonomi dan APBD dalam kurun tiga tahun terakhir ini, seharusnya tidak membuat kaltim dan kabupaten/kotanya terlena, karena sumber pertumbuhan (source of growth) dan mesin pertumbuhan (engine of growth) yang menciptakan kinerja perekonomian tersebut bersumber dari pertambangan dan penggalian.
Kondisi ini sangat rapuh dari guncangan ekonomi dunia yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan akan berdampak serius terhadap perekonomian kaltim.
Bercermin dari tantangan ekonomi tersebut, menjadi jelaslah betapa pentingnya untuk melakukan transisi ekonomi dari ketergantungan pada SDA ekstraktif yang tidak dapat diperbaharui kepada sumber daya yang berkelanjutan seperti pengembangan pariwisata dan pertanian dalam arti luas.
Lalu bagaimana Kabupaten Paser merespon pernyataan sang gubernur?
Kabupaten yang terletak paling selatan di Kaltim ini memiliki potensi wisata dan pertanian yang cukup menjanjikan sehingga pengembangan kedua sektor ini dapat diimplementasikan dan dapat menjadi program prioritas, disamping tentu saja tetap memperhatikan sektor lainnya.
Sektor pariwisata Kabupaten Paser dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang potensial di masa mendatang apalagi jika dikaitkan dengan keberadaan calon ibu kota negara (IKN) yang sangat dekat dengan Bumi Daya Taka ini.
Demikian halnya dengan pertanian yang dapat menjadi salah satu potensi unggulan Kabupaten Paser. Mengutip data Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Paser, luas potensial lahan pertanian yang masih bisa digarap di Kabupaten Paser mencapai 11.301 hektar. Saat ini, lahan fungsional atau yang dipergunakan pertani baru sekitar 3.978 hektar .
Potensi ini tentu saja dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Kabupaten Paser untuk melakukan ekstensifikasi pertanian dan diversifikasi tanaman pangan yang muaranya pada swasembada pangan dan dapat menjadi penyanggah pangan IKN serta dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Melihat potensi kedua sektor ini, sangatlat tepat jika mulai tahun 2021 mendatang, Pemkab Paser bersama DPRD Kabupaten Paser menyepakati prioritas pengembangan kedua sektor ini yang diiringi dengan peningkatan alokasi anggaran, sehingga ketergantungan pada SDA ekstraktif dapat secara bertahap dikurangi.
*Kepala Bapppedalitbang Kabupaten Paser
BACA JUGA