Solidaritas Kasus Rempang, GMNI Gelar Aksi Unjuk Rasa

unjuk rasa
Puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Balikpapan yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Kota Balikpapan menggelar aksi unjukrasa solidaritas warga adat Rempang Galang, Kepulauan Riau, di pertigaan Plaza Balikpapan, Selasa (12/9/2023).

Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Balikpapan yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Kota Balikpapan menggelar aksi unjukrasa solidaritas warga adat Rempang Galang, Kepulauan Riau, di pertigaan Plaza Balikpapan, Selasa (12/9/2023).

“Aksi solidaritas ini adalah wujud kepedulian warga Kota Balikpapan terhadap tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian terhadap masyarakat Rempang Galang dalam beberapa waktu terakhir,” ujar Koordinator aksi, Bagus Eka Mawaridia.

Dalam kesempatan itu, Eka menambahkan, mahasiswa yang melakukan aksi unjukrasa ini mengecam keras aksi represif petugas keamanan dalam mengamabkan aksi unjukrasa warga tersebut.

“Kami melihat di berita, Aliansi Masyarakat Melayu dibubarkan dengan paksa, menggunakan gas air mata dan water cannon. Kami menganggap hal ini sangat serius, dan kami ingin menyuarakannya di Balikpapan sebagai inisiator protes terhadap tindakan represif kepolisian,” jelasnya.

Eka juga menegaskan, pihaknya menuntuk Kapolri untuk segera melakukan evaluasi terhadap tindakan represif pihak kepolisian terhadap masyarakat Rempang.

“Aksi ini adalah bentuk solidaritas terhadap tindakan represif yang telah terjadi terhadap masyarakat Rempang Galang,” tegasnya.

Dikatakannya, segala bentuk penindasan harus dihadapi. Penggunaan kekuasaan untuk menindas yang lebih lemah adalah tindakan yang tidak dapat diterima.

Dalam aksinya ini, para pengunjukrasa juga membentangkan spanduk dan poster yang bertuliskan “Polisi Humanis”, “Rip Humanty”, “Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Demokras”, dan “Lu Punya Duit Lu Punya Kuasa”. Selain itu, pengunjukrasa mengangtungkan spanduk berisi tiga tuntan mereka di atas jembatan penyebrangan orang (JPO).

Eka menambahkan, massa juga meminta Presiden memberikan jaminan terhadap terwujudnya kebebesan berekspresi dan berpendapat.

“Kami menyadari bahwa ruang-ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi seluruh elemen masyarakat terbatas. Kami percaya bahwa kekuasaan dan kekayaan tidak boleh digunakan secara sewenang-wenang. Mungkin hari ini kalimat ‘Lu punya duit, Lu punya kuasa’ terbukti benar adanya,” ucapnya.

Sementara itu kejadian di Rempang Galang, sebanyak 16 kampung adat terancam tergusur oleh pembangunan proyek strategis nasional yang bernama Rempang Eco City. Proses proyek tersebut justru terkesan menindas masyarakat setempat dan menggunakan tindakan represif terhadap siapapun yang menentangnya.

Tinggalkan Komentar