Spirit Nuzulul Quran, Wujudkan Masyarakat Literat
Oleh : Kasrani Latief
Ketua GPMB Kabupaten Paser
BULAN Suci Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya dipenuhi banyak kemuliaan. Selain menjadi ajang bagi umat untuk menempa dan meningkatkan kualitas diri, di Bulan Ramadhan juga banyak peristiwa sejarah dengan taburan hikmah serta pelajaran bagi umat.
Pada tanggal 17 Ramadhan, ada peristiwa sejarah, Hasil dari ikhtiar Rasulullah berkhalwat di Gua Hira. yakni turunnya Al Quran untuk pertama kalinya yaitu surah al-Alaq ayat 1-5. Ini merupakan sejarah teramat penting karena pada kenyataannya Al Quran menjadi pedoman jutaan, bahkan miliaran manusia di muka Bumi, hingga kini.
Turnnya Al Quran yang kita kenal dengan Nuzulul Qur’an adalah sejarah atau peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia tepatnya pada “Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185).
Rasulullah SAW sangat ketakutan kala itu karena didatangi Malaikat Jibril. Beliau menjawab perintah Malaikat Jibril itu dengan mengatakan saya tidak bisa membaca, saya tidak membaca. Kemudian Jibril membacakan ayat berikutnya “Bacalah dengan atas nama Tuhanmu yang menciptakan” (ayat kedua Al-Alaq).
“Atas nama Tuhanmu” tersebut yang meredam kegelisahan Rasulullah SAW dalam kepapaannya, tanpa dukungan orang-orang, tanpa harta dan jabatan. Surah al-Alaq sebagaimana telah diketahui berisi perintah membaca, iqra, bacalah dan seterusnya dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan.
Perintah membaca ini dalam konteks kekinian selaras dengan membangkitkan gerakan literasi. Bagaimana selanjutnya seorang nabi yang sebelumnya mengaku ummi mampu menggerakkan dan mengubah masyarakatnya dari jahiliyah menjadi berkemajuan.
Demikian pentingnya perintah membaca ini hingga perintah shalat, puasa, zakat, jihad dan sebagainya baru muncul belakangan. Di sini menunjukkan Islam bukan agama dogma. Melainkan agama yang menuntut pemahaman akan segala hal sebelum menjalankan segala hal sebagai perintah ibadah wajib ataupun sunnah.
Selain berisi perintah langsung agar Nabi membaca pesan yang dibawa oleh Malaikat Jibril, ayat itu juga membawa pesan yang luas agar umat Muhammad juga terus menerus belajar, khususnya dengan membaca. Sangat jelas bahwa surat ini membawa pesan yang kini tengah gencar digerakkan oleh Pemerintah dan berbagai kalangan, yakni literasi.
Literasi secara epistomologis berarti belajar. Justru definisi dari para ahli dan organisasi termasuk Unesco mendefinisikan literasi terlalu sempit. Yaitu sekadar kemampuan membaca, menulis, menganalisis informasi, dan sejenisnya.
Kiita sudah sering mendengar diksi dan narasi tentang literasi yang selalu di prasekan dan digaungkan oleh pegiat literasi dan gerakan cinta membaca adalah yang masih menjadi masalah besar di negeri ini khususnya dunia pendidikan.
Jika kita menelisik kondisi kebiasaan membaca masyarakat indonesia, hal yang bisa dijadikan penetrasi yaitu sinergitas antara kearifan/ budaya lokal dan tuntunan agama tentang perintah iqro “bacalah”…yang dalam sebuah riwayat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya Ma aqra?.. Apa yang harus saya baca?, namun tidak dijawab karena Allah bermaksud agar kita membaca apa saja selama bacaan itu “bismi rabbika” yang berarti bermanfaat.
Nuzulul quran adalah ritual ramadhan yang bermuatan spirit budaya literasi masyarakat muslim dengan meneladani kebiasaan Rasulullah, Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu mneceritakan tentang apa yang Rasulullah lakukan: “Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Alquran bersamanya.”
Demikian pentingnya gerakan literasi yang telah dicontohkan Nabi SAW sejak turunnya wahyu pertama berupa perintah membaca hingga wahyu terakhir berupa pengakuan agama Islam sebagai agama yang diridhai.
Selayaknya momentum 17 Ramadhan digunakan untuk senantiasa membangkitkan semangat literasi yang bukan sekadar membaca, khataman, atau seremonial lainnya.
Lebih dari itu Nuzulul Quran perlu menjadi gerakan literasi dalam pengertian yang lebih luas sebagaimana dicontohkan Nabi SAW dan dirumuskan ulang oleh Alberta, kemampuan membaca dan menulis hingga mampu mengembangkan kehidupan masyarakat.
Dengan semangat Nuzulul Quran mari kita Galakkan Gerakan Islam Berkemajuan, gerakan ini hanya bisa diwujudkan dengan gerakan literasi yang massif da konsisten, mari kita mulai dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga, dan tentu keterlibatan semua stakeholder dan seluruh masyarakat menjadi sangat penting, saatnya kita ciptakan Generasi yang literat untuk Indonesia yang maju, adil dan sejahtera. Aamiin yarobbal Alamin. (*/GK)
BACA JUGA