STAFSUS DEWAN PENGARAH BPIP: JEJARING PANCA MANDALA BENTENG PANCASILA

Pancasila itu ideologi ‘tengah’, bukan ke barat, bukan ke timur. Bukan ke liberalisme, bukan ke komunisme. Sekali lagi, Pancasila adalah kesepakatan. Orang-orang berani meninggalkan egoismenya untuk hidup bersama. Pancasila menjadi perekat dan pemersatu kita. Itu yang harus kita ingat dan mengerti”

                ——-Benny Susetyo—–

BANGKA BELITUNG, Gerbangkaltim.Com– Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyelenggarakan Penguatan Pembinaan Ideologi Pancasila Jejaring Panca Mandala Se-Bangka Belitung, di Kabupaten Bangka Tengah, Pulau Bangka, Senin (13/03/2023). Acara ini diikuti oleh berbagai unsur dari akademik, pelaku bisnis, pemerintah, media, dan organisasi masyarakat, sosial dan politik di lingkungan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, menjadi narasumber dalam acara ini, dengan tema Literasi Digital Pancasila melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dalam paparannya, Benny, sapaan akrabnya, menyatakan bahwa Pancasila harus diaktualisasikan di era digital.

“Pancasila di era digital adalah bagaimana aktualisasi Pancasila di era digital, dimana semua orang bisa melihat; rekam jejak terbuka jelas, tidak ada yang bisa disembunyikan. Topeng-topeng hidup kita terbuka di era digital ini,” jelasnya.

Era digital, menurutnya, menciptakan manusia yang dituntut lebih jujur dan hati-hati, tetapi juga menjadi manusia yang egois.

“Manusia ditelanjangi, menjadi manusia terasing dengan realitas hidupnya. Manusia menjadi egois, manusia hanya mementingkan dirinya, sibuk dengan penampilan, tetapi kehilangan kesadaran kritisnya,” tuturnya.

Pakar komunikasi politik itu menjelaskan bahwa Pancasila haruslah dikenal secara detail terlebih dahulu, untuk dapat diaplikasikan, terutama di sosial media.

“Pancasila sebenarnya adalah kesepakatan para pendiri bangsa; itu yang harus kita kenali terlebih dahulu. Bahwa semua masyarakat mengorbankan kepentingan dan egoisme suku, bangsa, agamanya, untuk mencapai persatuan. Dengan mengenal itu, kita mengerti bahwa Pancasila adalah solusi untuk hidup rukun dalam keberagaman,” kata Benny.

“Pancasila itu ideologi ‘tengah’, bukan ke barat, bukan ke timur. Bukan ke liberalisme, bukan ke komunisme. Sekali lagi, Pancasila adalah kesepakatan. Orang-orang berani meninggalkan egoismenya untuk hidup bersama. Pancasila menjadi perekat dan pemersatu kita. Itu yang harus kita ingat dan mengerti.”

Benny menyatakan bahwa dalam Pancasila terdapat beberapa nilai.

“Sila pertama, kedua, dan ketiga itu soal nilai etis, nilai kepantasan dalam hidup. Orang yang mencintai Tuhan berarti mencintai dan menghargai sesamanya manusia apapun perbedaannya. Dan karena menghargai tersebut, persatuan tercipta. Sila keempat, itu nilai politis. Dan sila kelima itu ekonomis.”

Pancasila, menurutnya, harus menjadi titik ukur nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Etis. Nilai kepatuhan. Nilai untuk baik dan buruk. Dan itu terlihat dalam implementasi langsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya Pancasila menjadi living dan working ideology,” imbuhnya.

Dalam menghadapi era globalisasi ditengah era digital ini, salah satu pendiri Setarra Institute ini juga menyatakan semua warga negara Indonesia harus mampu berpikir global.

“Berpikir global dengan nilai Pancasila sebagai filter. Cinta tanah air dan nasionalisme bukan dalam artian sempit, tetapi bahwa adanya kesiapan dan fleksibiltas elaborasi nilai Pancasila dalam menghadapi era digital dan era globalisasi ini,” sebutnya.

Salah satu elaborasinya, menurut budayawan tersebut, adalah berpikir kritis dalam mendapatkan berita.

“Jangan langsung ditelan. Jangan langsung dikonsumsi. Harus disaring sebelum sharing. Ini bukan hanya terjadi pada masyarakat yang berpendidikan rendah; para profesor pun dapat termakan berita hoaks. Ini harus kita waspadai. Hoaks bisa menghancurkan kesatuan persatuan Indonesia, apalagi saat menjelang pemilihan umum tahun depan,” jelas Benny.

Terkait hoaks, Benny menyatakan seharus semua bisa menjadi penangkal hoaks.

“Semua unsur panca mandala (akademisi, pelaku bisnis, organisasi masyarakat, pemerintahan, dan media) harus menghentikan hoaks, agar negara tidak kolaps. Pertahankan Pancasila di ruang digital dengan merebut ruang publik, yakinkan dan buat konten positif dan informatif yang membangun. Tempat-tempat kerukunan atau kekayaan budaya, misalnya, di-blast sehingga memiliki efek. Kita semua harus mampu menjadi role model pelaku Pancasila bagi bangsa dan negara,” tutupnya.

Tinggalkan Komentar