Terdakwa Galian C Ilegal Dituntut 2 Tahun 6 Bulan

sidang
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menutut terdakwa RH dalam kasus dugaan kegiatan tambang galian C illegal eks Hotel Tirta Balikpapan dituntut 2 tahun 6 bulan penjara dan subsider denda Rp100 juta atau 6 bulan kurungan, Kamis (13/2/2025).

Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menutut terdakwa RH dalam kasus dugaan kegiatan tambang galian C illegal eks Hotel Tirta Balikpapan dituntut 2 tahun 6 bulan penjara dan subsider denda Rp100 juta atau 6 bulan kurungan.

Tuntutan ini disampaikan JPU Septiawan dalam lanjutan sidang perkara bernomor 736/Pid.Sus/2024/PN Bpp tentang kasus pertambangan galian C ilegal di lahan eks Hotel Tirta Balikpapan.

“RH yang berprofesi sebagai operator lapangan, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin di lokasi tersebut,” ujar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septiawan, Kamis (13/2/2025).

Dan sebelum membacakan tuntutan kepada terdakwa RH, JPU menyampaikan beberapa pertimbangan kepada Majelis Hakim.

“Perkenankan kami mengemukakan hal-hal yang jadikan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana, yaitu hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas tindak pidana pertambangan,” tegas JPU.

“Perbuatan terdakwa yang menguruk pasir atau tanah uruk tanpa izin, serta tidak memiliki Surat Izin Penambangan Batuan dan Izin Usaha Pertambangan Penjualan, telah dilakukan penangkapan dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” tambahnya.

Atas pertimbangan tersebut, maka JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.

“Selain hukuman penjara, kami juga kenakan denda sebesar Rp 100 juta. Jika tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan,” ucapnya.

Dalam kasus ini, terdakwa dijerat Pasal 158 Jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, dan Pasal 64 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam tuntutan itu, JPU menambahkan, ada beberapa hal yang meringankan terdakwa RH, dimana terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

Dalam sidang tuntutan itu, terdakwa RH menyampaikan kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan beberapa orang saksi, di antaranya adalah peran saksi Naja yang merupakan penanggung jawab dalam pembongkaran hotel dan penambangan di lokasi tersebut.

“Izin Yang Mulia, saya mohon agar tuntutan ini diturunkan karena saya adalah tulang punggung keluarga. Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi,” ujar, RH di ruang sidang.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Efi Maryono akan mengajukan pembelaan (pledoi) untuk meminta pengurangan hukuman.

Mendengar permohonan itu, majelis hakim Ari Siswanto menyatakan waktu sudah tidak cukup untuk dilakukan pleidoi.

“Kalau pleidoi tertulis, tidak cukup lagi (waktunya). Terdakwa sudah mengakui bersalah, meminta keringanan karena menjadi tulang punggung keluarga, dan mengaku disuruh,” tutur Hakim Ketua Ari.

Maka dari itu, permohonan dari terdakwa tetap akan menjadi pertimbangan majelis hakim dan akan dimusyawarahkan lebih lanjut. Maka, sidang akan digelar kembali dengan agenda putusan pada Rabu (19/2/2025) mendatang.

Tinggalkan Komentar